Buletin Wiweka Edisi Keenam, Januari 2009



Om Swastyastu
Selamat tahun baru pembaca. Momen ini memang selalu terasa spesial. Meninggalkan 2008 dengan segala kejadiannya dan menyongsong 2009 dengan semua harapannya. Tidak terasa selama 2008, Buletin Wiweka sudah muncul sebanyak lima kali, terhitung sejak Maret. Inkonsistensi masih menjadi masalah internal kami yang paling besar, namun semua itu akan coba kami perbaiki di tahun yang baru ini, semata demi kepuasan pembaca semua.

Ada apa di edisi ini? Well, pembaca dapat menyimak ulasan kami mengenai topik yang mungkin agak sensitif, keperawanan. Topik ini kami angkat setelah melihat fakta di lapangan yang cukup mengkhawatirkan. Semangat awalnya adalah bagaimana kita dapat bermawas diri dengan bekal informasi yang akurat. Jangan lupa menyimak jawaban khas generasi muda tentang keperawanan di rubrik polling.

Rubrik jalan-jalan hadir kembali setelah sempat absen pada edisi sebelumnya dan yakinlah kalau tempat yang kami angkat kali ini benar-benar spesial. Satu rubrik baru kami hadirkan mulai edisi ini, yaitu SMS Publik.

Selamat menikmati suguhan kami ini sambil menantikan kejutan yang kami siapkan pada edisi satu tahun perdana Buletin Wiweka di bulan Maret.


Redaksi

Klik disini untuk melanjutkan »»

Buletin Wiweka Edisi Kelima, Oktober 2008



Om Swastyastu
Senang sekali kami dapat menyapa pembaca Buletin Wiweka melalui edisi kelima ini. Harus kami akui, kami mengalami masa sulit dalam beberapa bulan terakhir yang menyebabkan terdapat selang waktu cukup lama untuk bisa kembali menyampaikan buletin ini ke tangan Anda.

Banyak hal yang terjadi dalam selang waktu tersebut, namun kami memutuskan mengangkat tema mahasiswa baru. Kenapa? Karena, di bulan-bulan ini, aroma itulah yang kental terasa.
Reporter kami sempat merekam kejadian-kejadian tersebut, mulai dari penerimaan mahasiswa di Unair dan acara Simakrama oleh PHDI untuk menyambut mahasiswa baru. Semuanya dapat pembaca nikmati di edisi ini.

Itu sebabnya, fokus kami letakkan pada sosok mahasiswa baru. Pembaca dapat menyimak ulasan mendetil dari IBK Bayangkara, seorang dosen di Universitas Tujuh Belas Agustus, tentang peran dan fungsi mahasiswa yang harus diketahui oleh mahasiswa baru, dan bahkan oleh mahasiswa lama seperti kami sekali pun.

Plus, tidak ketinggalan sajian khas dari Wiweka, yakni polling, yang kali ini secara khusus menjajaki pendapat mahasiswa baru. Sementara untuk profil, kami mengangkat sosok I Putu Wisnu Merthayoga, seorang aktivis mahasiswa di Surabaya, dari sudut pandang Sinkronisasi Kuliah dan Organisasi.

Pembaca, suka cita yang mendalam juga tengah kami rasakan karena empat staf redaksi kami, Gede Putra Sanjaya, I Nyoman Sunartha, I Putu Lisna Kurniawan, dan Putu Tantri Kumala Sari diwisuda pada bulan ini. Semoga kesuksesan mereka dapat menginspirasi mahasiswa lain yang sedang berjuang, termasuk para mahasiswa baru yang sedang menjadi fokus di sini.


Redaksi

Klik disini untuk melanjutkan »»

Buletin Wiweka Edisi Keempat, Juni 2008


Om Swastyastu
Bukan suatu rahasia lagi bahwa bumi yang kita tempati ini semakin penuh sesak oleh populasi manusia. Dan bukan suatu rahasia lagi bahwa membeludaknya jumlah manusia erat kaitannya dengan dampak negatif yang timbul di muka bumi beberapa tahun belakangan ini. Salah satu dampak yang terasa adalah semakin panasnya suhu muka bumi atau jika disebut dengan istilah kerennya adalah global warming. Efek rumah kaca yang menyebabkan semakin tipisnya lapisan ozon yang berdampak buruk bagi kesehatan dan semakin suramnya bumi ini. Ditambah lagi semakin menipisnya kawasan hijau sebagai nafas alami bumi yang diakibatkan oleh mega proyek tanpa analisa amdal yang jelas untuk pemenuhan kebutuhan jutaan manusia.

Sungguh ironis, Indonesia yang konon kabarnya merupakan zamrud khatulistiwa serta terkenal dengan kehijauan alam dan lingkungannya kini harus gigit jari. Gelar membanggakan yang dulu pernah disandangnya harus dilepas seiring dengan terjadinya pembakaran dan penggundulan hutan, serta illegal loging yang sangat amat menyakiti lingkungan. Dampak dari rusaknya lingkungan selain pemanasan bumi adalah banjir dan tanah longsor.

Padahal salah satu cara termudah untuk mengantisipasi adanya pemanasan dunia dan dampak buruk lainya adalah dengan mencintai lingkungan dengan cara memberi warna hijau pada dunia dengan tanaman. Bukan hanya tugas dinas perhutani dan pemerintah, namun itu semua adalah salah satu dari tanggung jawab kita bersama. Di bulan Juni ini, bulan hari lingkungan hidup, mari kita buka kesadaran dan nurani kita untuk mencintai lingkungan. Percantik hidupmu dan tentramkan hati dengan memperindah lingkunganmu maka bumi ini akan tersenyum manis padamu.


Redaksi

Klik disini untuk melanjutkan »»

Buletin Wiweka Edisi Ketiga, Mei 2008


Om Swastyastu
Mei tahun ini terasa istimewa untuk bangsa Indonesia. Di bulan ini bangsa Indonesia mem-peringati 100 tahun Kebangkitan Nasional. Su-dah 100 tahun yang lalu cikal bakal nasion yang bernama Indonesia tumbuh. Cikal bakal itu ditandai dengan berdirinya organisasi modern pertama, yang tidak berdasar kesukuan maupun agama, bernama Boedi Oetomo.

Boedi Oetomo didirikan oleh sekelompok mahasiswa STOVIA, sekolah kedokteran pada waktu itu. Hal ini menunjukkan bahwa pemuda pada saat itu, merasa jika kemerdekaan Indonesia tidak hanya dapat diperjuangkan dengan pertempuran. Perjuangan dapat juga dilakukan dengan pergerakan intelektual, dengan berserikat tanpa memandang suku maupun agama.

Patut disayangkan, semangat nasionalisme 1908, pada saat ini mulai menipis. Sangat sedikit sekali orang yang mau peduli dan berkorban untuk kepentingan negara pada saat ini. Mulai dari elit politik yang duduk di gedung DPR sampai rakyat jelata yang hanya duduk di balai RT, beramai-ramai memuaskan kepentingan diri sendiri. Tanpa mempedulikan kepentingan orang lain.

Selain memperingati 100 tahun Kebangkitan Nasional, bulan ini juga diperingati 10 tahun Reformasi. Tumbangnya Orde Baru, ternyata belum memberikan perubahan berarti bagi republik ini. Reformasi, ternyata hanya sebagai momentum pergantian pemimpin, tidak lebih.
Akses pendidikan, kesehatan dan lapangan pekerjaan belum dapat dirasakan oleh semua rakyat Indonesia. Penegakkan hukum masih setengah hati. Kerusuhan masih sering terjadi. Kerusakan alam semakin meluas. Gizi buruk terjadi dimana-mana. Kondisi Indonesia masih sangat memprihatinkan.

Memperbaiki kondisi bangsa ini adalah tugas kita bersama. Bukan hanya tugas pemerintah. Di bulan Mei ini, mari kita jadikan momentum bersama untuk membuat Indonesia lebih baik.


Redaksi

Klik disini untuk melanjutkan »»

Buletin Wiweka Edisi Kedua, April 2008


Om Swastyastu
Untuk kali kedua pada tahun ini, buletin Wiweka kembali hadir sebagai pembuktian keksistensian kami. Dengan membenahi konsep dan format pada bulan sebelumnya, Wiweka mencoba untuk terus melakukan perbaikan-perbaikan untuk mempertahankan eksistensi agar dapat diterima oleh para pembaca serta dapat bermanfaat dan memberikan informasi kepada para pembacanya.

Sebagaimana diketahui, 21 April merupakan Hari Kartini yang mana hari tersebut diidentikkan dengan harinya emansipasi wanita. Emansipasi wanita tidak harus mengagung-agungkan wanita. Emansipasi wanita adalah dimana terdapat kesetaraan antara pria dan wanita di berbagai bidang. Kita harus mampu mengubah kondisi sosial masyarakat yang memarjinalkan kaum wanita. Pada edisi bulan ini, Wiweka menyajikan beragam ulasan tentang permasalahan wanita, khususnya di Indonesia baik dipandang dari segi agama maupun dari segi umum.

Pada terbitan ini Wiweka menyajikan tulisan dr. Yessi C.O. mengenai analisis gender dalam topik utamanya. Di rubrik polling, Wiweka mencoba mengetahui tanggapan mahasiswa Hindu Surabaya tentang kesetaraan gender.

Yang istimewa dari Wiweka kali ini adalah penambahan rubrik baru yaitu rubrik Jalan-Jalan dan Resensi Buku. Di rubrik Jalan-Jalan kali ini kami mencoba untuk membahas peninggalan sejarah Majapahit yang berada di tengah hiruk pikuk kota Surabaya, yaitu Pesarean Kudo Kardono. Mungkin banyak dari pembaca yang belum mengetahui lokasi ini. Maka untuk menghapus rasa penasaran pembaca, Wiweka berusaha untuk mengulas secara lengkap dan jelas.


Redaksi

Klik disini untuk melanjutkan »»

Buletin Wiweka Edisi Pertama, Maret 2008


Om Swastyastu,
Wiweka kembali hadir di hadapan pembaca. Buletin yang dulu pernah beberapa kali terbit, dengan tidak rutin, mencoba untuk mempertahankan eksistensinya. Dengan sedikit format, konsep, dan pekerja di balik layar yang berbeda, Wiweka mencoba menawarkan kesegaran dan warna baru. Maraknya media berbasis Hindu membuat kami merasa bahwa umat Hindu membutuhkan bacaan yang beragam.

Perayaan Hari Raya Nyepi menjadi tema yang utama. Di edisi ini, Wiweka menyajikan tulisan Prof. Ir. Nyoman Sutantra, M.Sc. Ph.D mengenai Nyepi bagi orang modern. Polling mengenai perilaku mahasiswa pada saat Nyepi, juga Wiweka ungkap di sini. Semoga apa yang Wiweka sajikan dapat menjadi semangat untuk meningkatkan kesradhaan kita.

Berita yang menyedihkan datang dari Pura Sangkareang, NTB. Sebuah pura telah dirusak
oleh segerombolan manusia yang tidak bertanggung jawab. Wiweka tidak ingin membuat pembaca naik pitam karenanya. Kita, sebagai umat Hindu, harus berpikir rasional dalam menghadapi kondisi ini. Percayakan tugas penegakan hukum kepada aparat. Wiweka
pun masih percaya bahwa keadilan masih ada di republik ini.

Kahlil Gibran mengatakan bahwa kita semua terpenjara, namun beberapa di antara kita berada dalam sel yang berjendela. Dan beberapa lainnya dalam sel tanpa jendela.
Wiweka yakin bahwa pembaca adalah orang-orang yang tinggal di dalam sel yang berjendela dan Wiweka adalah jendela tersebut. Meskipun hanya jendela kecil, namun dapat
memperluas pandangan kita.


Redaksi

Klik disini untuk melanjutkan »»

Susahkah Jadi Perawan?

Realitas kini telah mengubah segala hal, yang dulunya termasuk zona rawan untuk dibahas menjadi topik hangat yang tidak berhenti dibicarakan. Pergaulan dan kemodernan jaman telah mengantarkan sisi kehidupan yang dulunya menjunjung adat ketimuran, yang sopan dan bermartabat, menjadi gaya barat, yang liberal dan independen, bahkan ke arah bebas yang amat sangat. Itu dapat diperhatikan pada tingkah polah anak muda di jaman ini.

Narkoba dan seks bebas pun seakan-akan sudah menjadi suatu kebiasaan yang lumrah dan tidak asing untuk dijalankan sebagai sebuah keseharian. Itulah realitas masa kini tentang kehidupan dan pola pikir anak muda, yang seakan jauh dari nilai-nilai moral yang telah diajarkan pada kurikulum pelajaran moral di sekolah. Tapi, vonis buruk tidak bisa langsung dijatuhkan dan disimpulkan begitu saja sebelum ada suatu bukti konkrit dan penelitian-penelitian oleh para ahli.

Dari fenomena pergaulan bebas, khususnya seks bebas yang mencuat belakangan ini, satu hal yang patut dipertanyakan adalah tentang keperawanan. Topik ini bukan bermaksud untuk mengeksploitasi wanita tetapi hanya sedikit membandingkan pemikiran wanita ordinary dengan wanita masa kini yang modern (atau sok modern yah…).

Banyak sekali fakta (dari beberapa penelitian), mengungkap tentang keperawanan. Berdasarkan hasil survei Komnas Anak, bekerja sama dengan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) di 12 provinsi pada 2007, terungkap sebanyak 93,7% anak SMP dan SMU yang disurvei mengaku pernah melakukan ciuman, petting, dan oral seks. Sebanyak 62,7% anak SMP yang diteliti mengaku sudah tidak perawan. Serta 21,2% remaja SMA yang disurvei mengaku pernah melakukan aborsi. Tambahan lagi, 97% pelajar SMP dan SMA yang disurvei mengaku suka menonton film porno. Penelitian itu baru satu dari sekian banyak penelitian yang dilakukan. Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Apa yang membedakan pemikiran wanita jaman dulu dengan jaman sekarang?

Masih pentingkah keperawanan?
Kalau berbicara tentang penting tidaknya keperawanan, pasti akan kembali kepada pemikiran masing-masing individu untuk menyikapi dan menjalankannya. Pemikiran individu tersebut akan bergantung kepada lingkungan serta pergaulan sekitarnya. Beberapa opini melalui mailing list di internet menyebutkan bahwa keperawanan merupakan sesuatu yang sangat penting dan berharga, namun beberapa pendapat lagi menyatakan bahwa keperawanan sangat tidak penting bagi wanita mengingat pria juga belum tentu akan mempertahankan keperjakaannya.

Ada banyak alasan yang membuat wanita dengan terpaksa menganggap keperawanan bukan hal yang penting. Alasan klasik yang sering tertulis pada situs internet adalah atas dasar bukti cinta terhadap pasangannya. Bahkan situs harian Kompas menyebutkan bahwa wanita sering melepaskan keperawanannya pada Hari Valentine sebagai bukti kasih sayangnya terhadap pasangan.

Tahun baru pun menjadi ajang kemaksiatan atas dasar cinta dengan bukti meningkatnya penjualan kondom pada malam pergantian tahun tersebut (Jawa Pos). Miris memang, namun begitulah yang terjadi. Perubahan konsep pemikiran telah mengubah perilaku serta kebiasaan seseorang. Namun sayangnya kebiasaan itu malah mengarah ke perilaku negatif.

Lalu, masih pentingkah keperawanan di mata pemiliknya atau di mata penikmatnya? Kalau kembali kepada ajaran moral dan agama, perilaku menyimpang tersebut sangat dilarang mengingat hal tersebut menunjukkan ketidakmampuan seseorang untuk menahan nafsu dan egoisitas negatif. Sehingga keperawanan merupakan hal yang penting sebagai penilaian moral dan agama seorang wanita. Tapi itu kembali pada pemikiran setiap individu. Jika masih beraliran adat ketimuran dengan kebiasaan turun-temurun yang sopan maka keperawanan adalah suatu aset sebagai nilai sebuah kesetiaan. Namun jika beralih ke adat kebaratan yang bebas maka keperawanan bukan sesuatu yang penting, asalkan tidak hamil. Silahkan menilai…

Apakah keperawanan itu?
Banyak orang disibukkan dengan istilah perawan. Di benua tetangga, keperawanan diistilahkan dengan cherry pie atau kue ceri yang terkenal karena isi buah ceri dengan warna merahnya yang pekat yang dilapisi diatasnya dengan lapisan kue tipis yang cukup kuat. Saat kulitnya pecah, isi di dalamnya yang lunak akan tampak keluar beserta biji-bijinya. Tak heran nodanya mirip darah bila mengenai kertas atau kain putih. Ketika seorang gadis, disengaja atau tidak, mengalami cherry ripe atau pemerkosaan cheri, maka saat itulah ia telah kehilangan cherry alias tidak perawan.

Sering kali keperawanan juga dimanfaatkan untuk mencari uang bagi sebagian orang. Natalie Dylan, sarjana dari Sacramento State University, pernah bikin geger dunia internet dengan menjual keperawanannya lewat ebay. Harganya? 1 juta dollar atau 10 milyar rupiah lebih. Cara gampangan untuk menambal kehidupan yang kembang kempis. Itu salah satu realitas di western lifestyle.

Lalu bagaimana dengan di Indonesia? Kalau kembali ke pertanyaan itu maka akan semakin luas jangkauan pembicaraan. Bisa merambat pada kasus aborsi di usia muda sampai ke zona prostitusi yang berkembang pesat belakangan ini dan bahkan yang menjual keperawanan wanita-wanita belia dengan harga yang fantastis. Malah kabarnya, 96% pelajar dan mahasiswa di salah satu kota di Jawa Tengah mengaku sudah tidak perawan lagi dan ratusan pelajar dari salah satu kota besar di Pulau Sumatra menerjuni bisnis esek-esek dari usia muda (Detik.com).

Yang mencengangkan dari bisnis esek-esek ini kadang kala beberapa alasan simpel dilontarkan dari mulut mereka, salah satunya adalah diajak teman. Kemudian alasan lain adalah memakan uang sekolah dari orang tua. Lalu… Sebegitu murahkah keperawanan bagi perempuan jaman sekarang?

Segala tingkah laku manusia di dunia pasti diliputi ego dan nafsu. Kedua hal tersebut menjadi tali pengekang pada kereta kehidupan kita, apakah akan ke arah negatif ataukah positif. Perilaku seks bebas adalah salah satu pengaruh nafsu dan ego kebebasan pada manusia dan hilangnya keperawanan merupakan dampak dari ego dan nafsu negatif.

Kita tidak bisa langsung menghakimi bahwa wanita yang tidak perawan adalah wanita yang tidak bermoral, begitu juga sebaliknya. Semua hal yang terjadi pasti ada penyebabnya, dan segala kesalahan yang telah dilakukan pasti ada jalan dari Tuhan untuk memperbaikinya.

Jangan mau dikuasai ego dan nafsu yang ada pada diri kita, tapi kuasailah ego dan nafsu itu maka mereka akan membawamu ke arah yang positif.


Putu Tantri Kumala Sari
Mahasiswa S2 Teknik Sipil ITS

Klik disini untuk melanjutkan »»

Virginitas, Masihkah Menjadi Hak Milik Pribadi Wanita?

Masih terekam jelas bagaiman kisah Lufiana Utfa, seorang gadis berusia 12 tahun yang dinikahi oleh seorang syeikh kaya di Semarang, Jawa Tengah. Maraknya tayangan media cetak dan elektronik mengenai kisah Utfa seakan membawa sebuah pemahaman baru di zaman globalisasi ini, yakni keperawanan wanita bukanlah hak milik pribadinya sendiri.

Perawan. Begitu mendengar satu kata itu yang terbayang adalah wanita. Wanita Indonesia masa kini tentunya berbeda sembilan puluh derajat dengan wanita Indonesia tempo dulu. Perawan, saat ini menjadi barang langka di tengah gempuran arus globalisasi. Pengaruh globalisasi mendorong setiap manusia untuk selalu mengikuti perkembangan zaman, hingga memaksa wanita untuk menggadaikan keperawanannya telah menjadi 'hal' yang tidak tabu lagi dalam lingkup pergaulan sosial masyarakat Indonesia kini.

Apabila hanya segelintir orang yang masih menganggap keperawanan itu penting maka tentunya itu kembali pada masalah nurani. Masalah besar justru terletak pada posisi wanita masa kini, yang dapat dikatakan tidak memiliki hak yang ia sadari sendiri, yaitu hak milik mutlak untuk menjaga kesuciannya. “Kesucianmu ada di tanganmu”, bukan hak milik pria, entah pacar, teman, dan bahkan orang tua wanita itu. Kasusnya sekarang adalah kuasa wanita atas “seonggok daging” berharga dalam tubuhnya ada pada tangan orang lain, yang mana kondisi ini terjadi akibat pergeseran nilai-nilai moral.

Pergeseran nilai-nilai moral ini sendiri erat kaitannya dengan masalah ekonomi dan sosial yang sering terjadi di Indonesia. Masalah sosial ekonomi yang menghimpit memaksa perubahan nilai-nilai moral yang merosot tajam dan menyebabkan pula wanita tidak memiliki hak mutlak atas keperawanannya.

Contoh kecil, seorang wanita terpaksa memberikan keperawanannya pada pria yang berstatus 'pacar' hanya sekadar untuk membuktikan cintanya. Alasan lain mungkin dapat dikatakan karena wanita hanya seorang manusia biasa yang memiliki hasrat seksual layaknya seorang pria. Namun terlepas dari itu semua, seringkali bujuk rayu pria menjadi senjata ampuh untuk menyerahkannya. Contoh lainnya, PSK atau pekerja seks komersial, yang akibat tuntutan ekonomi terpaksa menjual dirinya, hingga pada kasus Syeikh Puji dimana seorang gadis kecil yang merelakan keperawanannya diambil oleh pria tua dengan persetujuan orang tua. Bukankah itu berarti bahwa keperawanannya tidak mutlak miliknya seorang? Hal ini diperparah lagi dengan lahirnya Undang-undang Pornografi, produk teranyar dari para wakil rakyat yang konon mengatas-namakan perlindungan terhadap moral bangsa. Ini berarti, praktek ketidakmampuan wanita untuk memiliki hak milik mutlak atas tubuhnya telah masuk dalam lingkup peraturan negara. Sebuah bukti bahwa, saat ini tubuh wanita dan masalah keperawanan yang termasuk di dalamnya merupakan bagian dan urusan dari negara. Begitulah fenomena yang kini tengah dihadapi, bukan lagi terbatas pada menjaga keperawanan namun hak milik daripada keperawanan itu sendiri.

Munculnya permasalahan demikian disebabkan oleh ulah wanita sendiri, disamping gerusan arus globalisasi. Para wanita cenderung meniru gaya para wanita barat yang menganggap perawan atau tidak bukanlah sesuatu yang penting, sedangkan tidak dapat dipungkiri sebagai bangsa timur keperawanan masih dianggap penting. Semua ini kembali pada nurani setiap individu. Bagi beberapa wanita, perawan merupakan hal yang mahal dan penting untuk menghargai dirinya kelak di depan pria yang akan menjadi suaminya. Di sisi lain ada kelompok wanita yang menganggap perawan bukanlah tolak ukur kebaikan seorang wanita. Seks pranikah merupakan hal yang biasa bagi kelompok ini. Masalah menjaga keperawanan sepenuhnya menyangkut masalah harga diri seseorang, nurani dan pertanggungjawabannya sebagai manusia Hindu kepada Tuhan. Tentunya, hukum karma akan menjadi penentu yang paling adil bagi tiap individu dalam memilih kelompok mana yang mewakilinya.

Apabila dikaitkan dengan ajaran agama Hindu maka tentunya Hindu mengajarkan empat tahapan hidup yang biasa disebut Catur Asrama. Catur Asrama terdiri dari Brahmacari, Grahasta, Wanaprasta dan Bhiksuka. Tindakan apapun yang melatar belakangi, entah untuk tujuan ekonomi maupun sosial, apabila memberikan keperawanan sebelum memasuki masa Grahasta, dalam tahapan catur asrama, merupakan perbuatan dosa. Dalam adat istiadat budaya Bali, dalam upacara pawiwahan atau pernikahan, kedua pengantin menjalani prosesi yang ditujukan pada leluhur dan Tuhan untuk seorang perjaka dan perawan memasuki tahapan Grahasta. Saat upacara pawiwahan, banten-banten sajen digunakan sebagai media untuk mendoakan kedua mempelai, namun apabila ternyata kedua mempelai bukanlah seorang perawan atau perjaka maka ini sudah menjadi bagian dari pertanggungjawaban kepada Tuhan. Singkat kata, sajen dan pawiwahan pun hanya menjadi hiasan formalitas pernikahan, kehilangan fungsinya akibat gerusan perbuatan muda-mudi masa kini yang gila globalisasi.

Sebuah solusi bagi masalah yang berhubungan dengan hati nurani merupakan hal yang sulit karena solusi untuk masalah ini pun menjadi relatif, tergantung dari tiap pribadi akan melihat masalah ini dari sudut pandang seperti apa. Akan tetapi, solusi yang perlu disosialisasikan untuk para wanita Hindu pada khususnya adalah meningkatkan pemahaman akan makna Grahasta dan pawiwahan dalam Hindu untuk lebih menyadari bentuk pertanggungjawaban sebagai wanita dihadapan Tuhan kelak. Selain itu, dalam lingkup pergaulan sosial, wanita harus memiliki prinsip dan keberanian untuk menghormati dirinya sendiri sebagai wanita serta menyadari bahwa sesungguhnya tubuh dan keperawanan adalah satu paket mutlak bagian dari hak asasi wanita itu sendiri.


Dewika Angganingrum
Keluarga Mahasiswa Hindu Dharma Universitas Indonesia

Klik disini untuk melanjutkan »»

Ada Apa Sih Dengan Virgin?

Sebelum kita membahas lebih tentang virgin, mari kita telaah arti dari virgin. Menurut arti dari kamus Bahasa Inggris, virgin is a person who has never had sexual intercourse. Menurut kamus Bahasa Indonesia, nggak ada sih artinya virgin, tapi yang ada perawan: gadis yang belum menikah. Sedangkan menurut kamus bioskop, virgin itu judul film. Nah, lho! (btw, bukan promosi lagi).

Berbicara tentang virgin, pada umumnya kata ini lebih diartikan dengan kesucian seorang cewek. Cewek yang memiliki keutuhan selaput dara, itulah yang dinamakan virgin. Tetapi apakah virgin hanya ditujukan kepada keutuhan selaput dara? Menurut penulis, selama seseorang belum pernah melakukan hubungan seksual, itulah yang disebut dengan virgin. Tetapi bukan berarti kita menilai bahwa robeknya selaput dara berarti tidak virgin, kan? Ada suatu peristiwa yang mungkin menyebabkan selaput dara seorang cewek robek, mungkin karena kecelakaan (tapi bukan MBA, married by accident) atau pernah jatuh.

Lalu bagaimana dengan cowok? Cowok memiliki istilah virgin juga walaupun tidak seterkenal pada cewek. Istilah untuk cowok biasanya perjaka. Apabila cowok pernah melakukan hubungan seksual maka ia dapat dikategorikan tidak virgin lagi. Memang, kategori cowok yang tidak virgin, tidak dapat kita lihat seperti layaknya cewek. Tetapi bukan berarti dengan alasan tersebut, hubungan seksual dengan semaunya dapat dilakukan kapan pun dan di mana pun. Jagalah kevirginan itu baik pada cewek maupun cowok dan berikan kepada orang yang berhak mendapatkannya (suami/isteri).

Ada suatu fenomena yang pernah terjadi di kota Indramayu. Sepasang kekasih yang masih duduk di bangku SMA, melakukan adegan layaknya sepasang suami isteri. Peristiwa tersebut terbongkar setelah rekaman HP tercium oleh pihak yang berwajib. Begitu mudahkah memberikan kevirginan kepada seseorang yang sama sekali belum ada ikatan? Bagaimana dengan moral bangsa kelak jika generasi mudanya, yang seharusnya pada masa tersebut sedang asyik-asyiknya belajar, malah melakukan sesuatu yang belum layak dilakukan? Apakah pemahaman tentang agama rang? Lalu, siapakah yang pantas disalahkan? Apakah pemerintah, yang mungkin kurang pat menanggapi fenomena ini, lingkungan sekitar, yang kurang mendukung, atau dirinya sendiri? Pada dasarnya, agama telah mengajarkan untuk tidak melakukan hubungan seksual di luar nikah. Pemerintah pun telah banyak sekali mencanangkan program untuk mengurangi seks bebas, misalnya dengan mengadakan pendidikan tentang seks atau memberikan penyuluhan tentang akibat serta pengaruh yang didapatkan karena hubungan seks di luar nikah. Sesungguhnya, inti permasalahan terdapat pada kemauan diri kita sendiri untuk menjaga kevirginan kita dan tekad kuat untuk memberikan itu kepada orang yang berhak mendapatkannya, yaitu pasangan kita kelak (suami/isteri).

Tuhan menganugerahkan alat reproduksi kepada umatnya untuk dapat meneruskan keturunan, kemudian membentuk keluarga yang bahagia sehingga dapat menciptakan generasi muda yang mampu menata dunia lebih baik dari generasi sebelumnya. Jagalah badanmu, laksanakan amanat-Nya, dan dapatkan yang terbaik dari-Nya. Jagalah kevirginan kita sampai menikah karena pasangan kita kelak yang berhak mendapatkannya.


Ni Putu Ayu Purnamasari
Mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Airlangga

Klik disini untuk melanjutkan »»

UU Pornografi, Sejarah Duka Bangsa

Sebagian orang mungkin berpendapat kalau judul di atas aneh. Bukannya bagus jika UU yang bertujuan memberangus pornografi disahkan? Mengapa ada yang menolak? Mengapa PHDI dan beberapa ormas Hindu seperti KMHDI dan Peradah ikut mengecam disahkannya RUU ini? Mengapa RUU Pornografi, yang sekarang telah menjadi UU, menjadi sejarah duka bagi bangsa?

Alasan utama penolakan ini berupa kemungkinan terjadinya multitafsir terhadap definisi pornografi. Apa yang menjadi batasan sesuatu dianggap porno atau tidak dan landasan moral siapa yang dipakai? Hal ini menjadi pertanyaan besar yang sangat susah dijawab.

Kalau kita ingin menyamakan arti pornografi di Indonesia tentu sangat susah dan cenderung memaksakan penerapan sudut pandang kalangan tertentu, yang nantinya akan dipakai. Contoh, bagi orang Papua bertelanjang dada bagi pria dan wanita merupakan hal yang wajar dan tidak menimbulkan rangsangan seksual. Namun bagi orang Islam yang menggunakan kerudung dan cadar dalam kesehariannya tentu hal itu dianggap haram. Rangsangan seksual bagi setiap kelompok orang, yang dianggap pornografi dalam UU ini, tentu sangat beragam di penduduk Indonesia.

Ada ribuan nilai-nilai lokal yang terbentang dari Sabang sampai Merauke yang tidak bisa disamakan dalam mendefinisikan pornografi. Sama halnya jika kita mengumpulkan 10 pria yang berasal dari komunitas yang berbeda dan satu orang wanita. Kita meminta para pria memberikan penilaian terhadap kecantikan wanita tersebut dalam range 0-10. Saya berani menjamin nilai yang diberikan akan berbeda. Konotasi tingkat kecantikan seorang wanita bagi pria tentu sangat subjektif sama halnya dengan pornografi bagi seluruh masyarakat Indonesia yang heterogen dan multikultur.

Pasal 14 undang-undang yang disahkan ini memang menerapkan dispensasi terhadap nilai-nilai seni, budaya, adat istiadat, dan ritual tradisional. Namun jika kita melihat lebih dalam, sama saja UU ini mendeskripsikan bahwa nilai-nilai adi luhung bangsa tersebut mengandung aspek pornografi, tetapi mendapat dispensasi, tentunya dengan pertimbangan ingin membuat jalan tengah agar meminimalkan pihak-pihak yang kontra terhadap UU ini. Jika boleh berkata sedikit kasar, sungguhlah sangat kurang ajar UU yang baru muncul ini terhadap warisan budaya dari para nenek moyang kita.
Alasan penolakan selanjutnya berangkat dari alasan yang pertama yakni terjadinya kesulitan pembuktian secara pidana terhadap UU ini, banyaknya pasal karet dan potensi timbulnya polisi-polisi moral yang berhak mendeskripsikan pelanggaran. Polisi-polisi moral ini tersirat dalam pasal 21 dan 22 UU Pornografi yang mengatur peran masyarakat dalam melaporkan pelanggaran, melakukan gugatan terhadap pelanggaran tersebut, melakukan sosialisasi UU dan pembinaan terhadap potensi pelanggaran. Hal ini yang menjadi bahaya laten penggunaan nilai rasa tertentu dalam mendiskripsikan pornografi.

Selain masalah aseptabilitas politik dan legislasi terhadap keberagaman aspirasi masyarakat, perlu dilihat pula seberapa jauh kesadaran para perumus undang-undang akan resiko pengesahaan UU yang masih menjadi sebuah polemik di dalam masyarakat kita. Potensi disintegrasi bangsa pun menjadi konsekuensi jika terjadi pemaksaan penerapan UU yang abnormal ini. Suara kontra dalam masyarakat belum usai namun seakan-akan pansus DPR memaksakan untuk sahnya UU ini. Pertanyaan besar muncul, apakah DPR benar-benar mempertimbangkan aspirasi seluruh rakyat atau hanya mendengar aspirasi dari golongan tertentu?

Penolakan keras dari beberapa daerah, seperti Bali, Sulawesi Utara, Yogyakarta, Papua, dan Nusa Tenggara Timur, tidak menyurutkan aksi para anggota pansus RUU Pornografi untuk meloloskannya menjadi UU. Padahal UU No 10 tahun 2004 menyatakan bahwa prinsip pembuatan undang-undang harus memuat unsur kenusantaraan. Jelas sekali UU ini sudah mengabaikan unsur-unsur keberagaman yang secara konten ditolak dalam beberapa pasal-pasal yang ada di UU Pornografi. Seharusnya para perumus UU Pornografi tidak menganggap remeh reaksi penolakan dari beberapa daerah dan elemen masyarakat lain.

Logika mayoritas-minoritas juga tidak tepat digunakan di sini, dan hal inilah yang terjadi dalam pengesahan UU Pornografi pada sidang paripurna (30/10). Saat itu terjadi walk-out oleh seluruh wakil FPDIP dan FPDS serta 2 anggota FPG dari Bali, yang jika dihitung jumlahnya mencapai 20% dari keseluruhan fraksi yang hadir dan angka itu mewakili sekitar 46 juta jiwa penduduk Indonesia. Sungguh suatu angka yang fantastis. Namun UU, yang sekali lagi saya sebut abnormal ini, tetap disahkan hari itu juga. Sungguh sebuah penyesalan mendalam dari penulis karena asas musyawarah yang sering kita dengungkan sudah tidak digunakan justru oleh para wakil rakyat kita.
Logika mayoritas-minoritas inilah yang menjadi dasar pemikiran mengapa beberapa elemen Hindu menolak keras pengesahan UU Pornografi. Penolakan ini bukan berarti ajaran Hindu melegalkan segala bentuk konsumsi pornografi, melainkan karena nilai rasa yang dipakai dalam UU ini susah ditentukan. Apakah nilai rasa mayoritas yang harus diterapkan? Alasan lainnya adalah ada beberapa nilai-nilai Hindu yang memungkinkan didefinisikan porno seperti Lingga Yoni, Kitab Kamasutra dan Kitab Sarasamuscaya.

Untuk kondisi ini alangkah baiknya pemerintah lebih berhati-hati dalam membuat sebuah undang-undang, apalagi yang menyangkut privasi seseorang. Ada banyak alternatif yang bisa dilakukan untuk menekan efek penyebaran hal-hal yang berkaitan dengan pornografi semisal memperketat UU penyiaran karena dari media ini pornografi dapat menyebar luar ke semua kalangan, UU perlindungan wanita dan anak-anak karena mereka yang paling mungkin menjadi objek pelecehan seksual.


I Putu Wisnu Merthayoga
Presidium KMHDI 2008/2010

Klik disini untuk melanjutkan »»

Pranayama

Pranayama memainkan peranan yang sangat penting dalam raja yoga. Tidak ada definisi yang tepat untuk Prana. Prana tidak berarti “nafas” atau “pikiran”. Beberapa orang mengatakan bahwa prana artinya aliran hidup (vital current) dalam tubuh. Ayama artinya menahan (restraint). Jadi pranayama artinya menahan aliran kehidupan dalam badan. Beberapa orang mendefinisikan pranayama sebagai penghubung antara kesadaran absolut pikiran dan badan. Hubungan intim yang ada antara prana, pikiran dan nafas digunakan dalam berbagai aliran yoga. Beberapa bagian dari Raja Yoga, Chitta Vritti, atau getaran-getaran mental dikendalikan oleh kekuatan kehendak (will power), dan prana secara tidak langsung berada di bawah kendali pikiran.

Apakah nafas dan prana adalah satu dan sama?
Nafas bukan prana tetapi para Maharesi telah menemukan satu hubungan langsung antara keduanya. Maharsi Patanjali mengata-kan dalam Yoga Sutra, “Pengaturan kendali nafas atau kendali Prana adalah penghentian penarikan atau pengeluaran nafas”. Dalam Bhagawad Gita dijelaskan tentang Pranayama dengan cara yang sangat rinci. Beberapa orang menawarkan Prana (nafas keluar) dalam apana (nafas masuk) dan Apana dalam Prana, menahan jalan Prana dan Apana diserap dalam Pranayama.

Latihan pranayama yang sebenarnya
Dengan mengendalikan gerakan organ jantung dan pernafasan, kita secara tidak langsung mengendalikan Prana yang bergetar di dalam diri kita semua. Beberapa orang mempraktekkan satu jenis Pranayama yang disebut Purakha (menghirup nafas). Beberapa orang lagi mempraktekkan Pranayama yang disebut Rechaka (mengeluarkan nafas). Beberapa orang mempraktekkan Kumbhaka, dimana nafas ditahan di dalam tubuh. Umumnya praktek pranayama merupakan gabungan dari Purakha, Recakha dan Kumbakha. Ada beberapa jenis Pranayama. Secara mendasar mereka dibagi menjadi Adhama, Madhyama dan Uttama. Pembagian ini didasarkan atas perbedaan waktu dalam periode Purakha. Rasio atau perbandingan waktu antara Purakha, Kumbakha dan Recakha dalam ketiga metode ini adalah 1:4:2. Sagarbha Pranayama adalah pranayama yang dilakukan bersama dengan pengucapan Japa mantra seperti Gayatri atau Pranawa (AUM). Kriya Yoga adalah metode Pranayama yang terbaik yang diajarkan oleh orang-orang suci Hindu. Bernafas secara ritmik adalah keseimbangan tindakan antara tahapan Purakha, Kumbakha dan Rechaka.

Apakah latihan nafas dalam-dalam merupakan bentuk dari Pranayama?
Latihan bernafas dalam-dalam bukan merupakan Pranayama. Latihan-latihan semacam itu dapat dilakukan oleh siapa saja di setiap waktu. Pranayama hendaklah dilakukan dengan bimbingan seorang guru yang ahli. Pranayama hendaknya tidak dilakukan dengan membaca buku atau dengan mendengar penjelasan (narasi). Tubuh harus dikondisikan untuk menerima kekuatan yang ditimbulkan di dalamnya untuk mengendalikan Prana. Kontrol makanan yang tepat juga perlu untuk mencapai hasil yang baik. Biasanya Pranayama dipraktekkan oleh pemula engan duduk dalam posisi Padmasana (Bunga teratai, bunga Padama). Ini juga dapat dipraktekkan dalam posisi Shawasana (posisi tubuh orang mati).(tan)

Klik disini untuk melanjutkan »»

Cita-Cita dan Ketekunan

Jika kamu tidak bisa mendapat apa yang kamu suka, maka sukailah apa yang kamu dapat. Hal ini dipahami betul oleh Ni Wayan Miranti Pusparini, profil Wiweka bulan ini. Cewek yang akrab disapa Ranti ini mengaku sempat mengalami kebimbangan saat memutuskan jalur pendidikannya. Maklum saja, hal itu akan menentukan masa depannya dan itu menurutnya adalah pertimbangan yang berat. Jujur, ketua UKKH Universitas Surabaya ini mengaku bahwa jurusan Akuntansi yang ditekuninya saat ini bukanlah pilihan utamanya. Namun, ketimbang banting setir, Ranti lebih memilih menekuni bidangnya tersebut. Hasilnya, sekarang ia sudah bisa menikmati kuliahnya, bahkan punya cita-cita luhur saat sudah lulus nanti.

Yap, itu memang salah satu sikap Ranti. Menurutnya, penting untuk memiliki target, namun saat target tersebut tidak tercapai, tetaplah lakukan yang terbaik. Pasti akan ada jalan lagi. Ini ia buktikan setelah ia menjalani kuliahnya dengan serius. Apakah ia pernah merasa tidak nyaman? “Awalnya memang iya. Tapi, aku bersyukur karena aku termasuk pribadi yang gampang bersosialisasi dan tidak susah membaur dengan rekan lain.”, sahutnya. Lambat laun, ia pun mantap menjalani kuliah. Sampai akhirnya, di sinilah dia menemukan cita-citanya. “Aku ingin menjadi akuntan publik.”, kata gadis kelahiran Mataram ini. Ia mulai mengagumi profesi itu semenjak kunjungannya ke Jakarta dalam event studi banding oleh kampusnya beberapa waktu lalu. Dari situ, ia bertekad akan menjalani profesi itu sebaik-baiknya kelak. IPK di atas 3.00 pun dipatok sebagai target pribadinya menjalani kuliah. Jadi jelas, baginya kuliah adalah prioritas utama sekaligus investasi jangka panjang.

Namun jangan keburu salah menilai. Walaupun menjadikan kuliah sebagai prioritas tertinggi, tidak berarti Ranti alergi dengan yang namanya organisasi. Tidak tanggung-tanggung, saat ini dia bahkan sedang menjabat sebagai ketua UKKH Ubaya periode 2008/2009.

Menurutnya, mahasiswa yang baik harus bisa menyelaraskan antara kuliah dengan kegiatan di luar. Katanya, “Tidak usah berlebihan sampai mengganggu tugas utama, namun tidak juga berarti nol alias tidak ada sama sekali.”

Bagi Ranti, ini adalah periode keduanya terpilih sebagai pengurus inti UKKH Ubaya. Pada periode sebelumnya, ia sudah pernah menempati pos bendahara. Lantas kenapa ia mau terpilih lagi, bahkan menempati kursi ketua? Selain keinginan untuk menyumbang sesuatu bagi UKKH, ini juga dimaksudkan agar angkatan baru, yaitu 2007 dan 2008, dapat “bernafas” sejenak sebelum terjun menempati pengurus inti di UKKH. Alhasil, ia kemudian didaulat oleh rekan-rekannya saat pemilihan ketua di bulan Juni 2008 lalu.

Setelah menduduki posisi ketua selama hampir satu semester, ia mengaku hambatan terbesarnya adalah sedikitnya anggota yang aktif. Maklum saja, jumlah mahasiswa baru Hindu Ubaya memang mengalami penurunan. Itu belum ditambah dengan susahnya mengumpulkan semua anggota saat ada suatu kegiatan. Sungguh suatu masalah klasik yang hampir terjadi di setiap organisasi. Untuk mengatasinya, Ranti tidak kekurangan akal. Ia pun membuat program-program kerja yang sekiranya dapat menjaring atensi anggota. Contohnya Tirta Yatra ke daerah-daerah seperti Yogyakarta dan Semarang ataupun kegiatan Upanayana yang dilangsungkan di Bongso Wetan dan Bongso Kulon saat melantik anggota baru UKKH Ubaya lalu. Bersyukurlah ia karena kegiatan-kegiatan itu cukup sukses. Apalagi dukungan dari pihak kampus setia mengalir. Ranti pun optimis ia bersama UKKH Ubaya dapat melaksanakan program kerja yang lebih besar lagi, yaitu seminar umum se-Surabaya. Semoga terlaksana!(mei)


Virginitas dan Harga Diri
Ditanya mengenai arti virginitas, Ranti mencoba bersikap diplomatis. Ia berpendapat bahwa virginitas lebih kepada pikiran kita. “Suatu hubungan yang menimbulkan kondisi di mana kita merasa bersalah adalah ambang batas virginitas kita.”, jelas Ranti. Setiap orang tentu memiliki pemahaman yang berbeda. Yang jelas, menurutnya virginitas itu wajib dijaga karena hal itu terkait dengan harga diri dan kepercayaan diri.

Terkait masalah virginitas yang seolah makin terlupakan, ia melihatnya sebagai akibat dari kurang kuatnya norma-norma yang ada dalam mengontrol perilaku tersebut.


Sebagai penangkal, Ranti coba menawarkan solusi. “Seminar-seminar mengenai virginitas maupun kewanitaan mesti digalakkan. Hal ini bertujuan memberi pemahaman yang benar kepada masyarakat, utamanya generasi muda.”, ucapnya serius. Tambahan lagi, ia juga menyinggung masalah pendidikan seks, baik formal maupun informal, yang selama ini terkesan kurang digarap dengan baik.(mei)


Biodata
Nama : Ni Wayan Miranti Pusparini
Nama Panggilan : Ranti
TTL : Mataram, 22 Agustus 1986
Riwayat Pendidikan :
- TK Don Boscho Cakranegara
- SDN Inti 1 Palu
- SDK Aletheia Ampenan
- SMPN 2 Mataram
- SMAN 1 Mataram
- Akuntansi Ubaya
Pengalaman Organisasi :
- Bendahara UKKH Ubaya 2007/2099
- Ketua UKKH Ubaya 2008/2009
Hobi : Nonton, tidur, dan jalan-jalan

Klik disini untuk melanjutkan »»

Batasan Virginitas

Suatu hari, Putu, yang sudah lama tidak bertemu Wayan Tukik, mengobrol dengan sobatnya itu. Saat membicarakan istri Wayan, Putu kaget karena ternyata dia sudah hamil 4 bulan. Padahal pernikahan mereka baru berlangsung selama 1,5 bulan. Ditanya begitu, Wayan hanya tersenyum dan berkata bahwa wajar kalau sekarang mau nikah, calon istri harus di-DP dulu, biar tidak rugi. Pikir Putu, dunia memang aneh, memang mencari istri seperti beli barang, pakai di DP dulu?


Banyak di antara kita mendengar hal seperti itu dalam pergaulan di masyarakat. Memang benar-benar aneh. Mungkin ini yang namanya zaman kaliyuga, di saat nilai kesakralan dan keluhuran virginitas mulai terkikis. Bagaimana tanggapan mahasiswa Hindu di Surabaya dan Jember mengenai virginitas ini? Berikut hasil polling yang dilakukan oleh Buletin Wiweka.

Di saat nilai-nilai di masyarakat mulai mengalami degradasi, virginitas masih merupakan pertimbangan bagi seseorang untuk mencari pasangan. Terlihat 68% responden menyatakan virginitas merupakan salah satu pertimbangan dalam mencari pasangan. Berbagai alasan muncul untuk menguatkan pilihan ini, antara lain yang dikemukakan oleh A.A. Lanang Oka. Lanang mengatakan virginitas menjadi pertimbangan karena itu merupakan syarat untuk menilai seorang gadis itu santun atau tidak. “Namun bila kita mencintai seseorang dengan tulus virginitas bisa saja tidak dihiraukan.”, imbuhnya.

Alasan dari responden yang tidak menjadikan virginitas sebagai pertimbangan antara lain dikemukakan oleh Putra Sanjaya. “Jika hanya memasang sebatas virginitas, zaman sekarang sangat sulit untuk memastikan. Yang penting setia dan pengertian.”, katanya.
Sebanyak 90% responden perempuan menjadikan virginitas sebuah pertimbangan dalam mencari pasangan. Namun, sangat sulit bagi seorang perempuan untuk mengetahui pasangannya masih virgin atau tidak.


Sedangkan 56% responden laki-laki yang menjadikan virginitas sebuah pertimbangan untuk mencari pasangan dan hanya 29% responden laki-laki yang yang tidak menjadikan virginitas sebuah pertimbangan. Mungkin responden laki-laki lebih mementingkan kesetiaan, pengertian dan lebih memandang ke masa depan.

Ketika responden ditanya apakah akan masih meneruskan hubungan jika mengetahui pasangan sudah tidak virgin lagi, 54% menyatakan akan tetap menjalin hubungan walaupun mengetahui pasangannya sudah tidak virgin lagi. Beberapa alasan yang muncul antara lain seperti dikemukakan oleh Sonia dari Jurusan Kedokteran Universitas Jember. “Ya gimana lagi kalau sudah terlanjur cinta. Cinta itu bisa menerima orang apa adanya, gak peduli dia virgin atau tidak. Love is blind.”, terangnya.
Kelompok yang memilih akan memutuskan pasangan jika ketahuan tidak virgin, beralasan bahwa hatinya tidak mengijinkan, seperti kata I Nyoman B.W., mahasiswa Stikom.

Batasan virginitas bagi sebagian besar responden, 76%, adalah having sex, dilanjutkan dengan masturbating, 12%. Namun, menurut Dewa Ayu S., yang saat ini menempuh pendidikan di Teknik Industri UWM, saat seseorang sudah pernah kissing, saat itu pula seseorang kehilangan virginitasnya. Terkesan ekstrem sekali tapi itulah pilihan dan batasan yang diambil Ayu.

Sejumlah 39% responden mengatakan generasi muda sudah tidak mempedulikan yang namanya virginitas. Hanya 36% persen yang mengatakan generasi muda masih memedulikan yang namanya virginitas. Penyebab utama degradasi ini adalah akibat efek pergaulan, 43%, kemudian pengaruh budaya dari luar, 22%. Memang ada benarnya bahwa karakter kita, selain dibentuk oleh keluarga, juga dibentuk oleh pergaulan kita sehari-hari.

Menurut responden yang paling diperlukan oleh generasi muda dalam mempertahankan virginitasnya adalah pendidikan seks yang benar, 36%. Seperti diungkapkan oleh Ni Luh Mardianayanti dari Analis Kesehatan Poltekes Depkes Surabaya dan NYK dari Farmasi Unair. Undang-undang ternyata hanya didukung oleh 4% responden. Jadi menurut responden Undang-Undang Pornografi yang disahkan belum lama ini ternyata tidak begitu efektif untuk mempertahankan virginitas.

Masih banyak cara lain untuk mempertahankan virginitas, antara lain diungkapkan oleh I Nyoman Jana Prima Utama, mahasiswa Kedokteran UWKS. Menurutnya yang paling penting adalah kesadaran diri dan moral.

Itulah sedikit gambaran tentang virginitas di kalangan mahasiswa Hindu di Jember dan Surabaya.

Keep healthy relationship.(lis)

Metode Polling : Kluster Random Sampling
Margin Error : 5%
Jumlah Responden : 30 orang
Waktu Survey : November 2008

Klik disini untuk melanjutkan »»

Perjalanan Religius di Malang

Malang memang sudah menjadi semacam destinasi favorit bagi umat Hindu dalam ajang pendekatan diri kepada Tuhan. Tidak terkecuali bagi sekelompok mahasiswa Hindu yang tergabung dalam Unit Kegiatan Mahasiswa Badan Kerohanian Hindu Universitas Wijaya Kusuma Surabaya (UKM BKH UWKS). Terbukti, dalam tahun 2008 saja, sudah dua kali mereka mengadakan kunjungan religi ke beberapa tempat suci di Malang. Setelah sukses dengan Tirta Gemana di bulan April lalu, UKM BKH UWKS kembali menggelar acara serupa pada 6-7 Desember 2008.

Keakraban dan kebersamaan kembali menjadi pemandangan yang tersaji dari rombongan mahasiswa Hindu tersebut. Tidak kurang dari 124 anggota, plus seorang dosen pembimbing, Ketut Yulia Agustini, mengikuti acara ini. Angka tersebut cukup menggambarkan suasana kekeluargaan yang dibangun oleh UKM BKH UWKS. Apalagi jumlah tersebut datang dari berbagai angkatan, mulai dari 2006-2008, ditambah beberapa senior angkatan atas. Jumlah ini saja sudah menunjukkan peningkatan dibanding acara sebelumnya.

Salah satu faktor yang menyebabkan acara bertajuk Tirta Gemana 2008 ini banyak diminati adalah lokasinya yang menarik dan variatif. Tercatat ada tiga pura di daerah Malang dan sekitarnya yang dikunjungi. Pura-pura itu adalah Pura Indra Jaya, Pura Giri Arjuno, dan Pura Segara Amerta Jati, Bale Kambang. Ketiga pura tersebut dijelajahi dalam waktu dua hari sehingga alokasi waktu di masing-masing pura pun menjadi cukup banyak. Untuk beristirahat di sela-sela acara, rombongan UKM BKH UWKS memilih salah satu penginapan di Kota Batu.



Persembahyangan tentu menjadi agenda wajib di acara yang digalang oleh Agung Manik Septiana Putra, ketua panitia Tirta Gemana. Selain itu, peserta juga diberi kebebasan untuk mengeksplorasi tempat-tempat tersebut. Interaksi dengan warga tidak lupa dilakukan oleh semeton UKM BKH UWKS ini. Seperti sudah menjadi tradisi, UKM BKH UWKS, diwakili oleh ketua umum, I Gede Sumantra, menyerahkan dana punia berupa peralatan upacara dan materi di setiap pura. Gede berharap pemberian tersebut dapat berguna bagi umat Hindu yang ada di sana.


Lancarnya kegiatan ini sangat disyukuri oleh Gede. “Kegiatan ini berjalan memuaskan. Medan menuju pura cukup sulit namun syukur semuanya berjalan lancar. Koordinasi panitia sangat baik dalam menyiapkan segalanya.”, katanya mengenai jalannya acara. Para peserta juga menyatakan kepuasannya. “Biayanya mahal. Jalan menuju ke pura juga susah. Tapi sepadan lah. Puas pokoknya.”, ucap Putu Cahya Budi Utama, salah seorang peserta.(mei)

Klik disini untuk melanjutkan »»

Aklamasi di Suksesi Swastika Taruna

Puas. Satu kata itu terlontar dari I Made Indra Wijaya ketika ditanya tentang perasaannya sesaat setelah meletakkan jabatannya sebagai ketua Swastika Taruna. Cowok yang akrab dipanggil Indro ini mengakhiri kiprahnya memimipin organisasi berbasis budaya itu pada Senin (8/12) yang lalu. Bertempat di Asrama Bali Tirta Gangga, acara bertajuk "Suksesi Swastika Taruna" itu menjadi akhir yang cukup memuaskan bagi Indro.

Memuaskan karena laporan pertanggung-jawabannya (LPJ) selama menjadi ketua setahun belakangan dapat diterima oleh anggota Swastika Taruna maupun perwakilan organisasi lain secara bulat. Dalam acara tersebut, beberapa organisasi lain memang hadir sebagai undangan, seperti UKKH dan KMHDI. Program kerja-program kerja yang dilaporkan adalah Bazar, Swastika Cup, Gebyar Swastika, dan kegiatan rutin seperti latihan baleganjur dan tari.


Secara umum, Indro menyebut bahwa kepengurusannya berjalan dengan cukup baik. Ini terbukti dari berjalannya kegiatan-kegiatan yang direncanakan. Dukungan dari segenap pengurus dan anggota Swastika Taruna beserta partisipasi UKKH diakuinya memudahkan kinerjanya. “Support dari UKKH dalam mengikuti acara sudah bagus. Namun support untuk terjun ke kepanitiaan ataupun kepengurusan masih kurang.”, tuturnya menyinggung partisipasi UKKH dalam organisasi ini.

Pemilihan ketua baru, yang dilaksanakan setelah pembacaan LPJ, menyimpan cerita unik karena hanya seorang kandidat yang muncul. I Gusti Ngurah Jupa Adriyana dari ITS menjadi calon tunggal setelah UKKH lain tidak mengajukan perwakilan. Pemilihan pun tidak dilaksanakan dengan voting karena semua peserta langsung bermufakat menunjuk Jupa sebagai ketua baru.


Pelantikan Jupa langsung dilaksanakan setelahnya. Serah terima jabatan dari Indro ke Jupa diresmikan dengan disaksikan semua peserta. Indro sempat pula menyampaikan harapannya. “Swastika Taruna harus lebih baik. Semoga muncul inovasi-inovasi agar UKKH semakin berperan aktif di organisasi ini.”, katanya kepada ketua baru, yang mungkin sudah cukup mewakili harapan semua angota lain pada salah satu organisasi pelajar dan mahasiswa ini.(mei)

Klik disini untuk melanjutkan »»

Pesona Madakaripura


Mari bersantai sejenak untuk menikmati salah satu mahakarya indah Tuhan. Madakaripura, wisata air terjun yang terletak di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, menawarkan sejuta keindahan dan memberikan ribuan kenangan.

Setelah menempuh perjalanan selama 45 menit dari lautan pasir Bromo, Wiweka sampai di tempat wisata ini. Memasuki kawasan wisata ini, setiap pengunjung disambut oleh patung Gajah Mada sedang bersila menghadap pintu masuk. Rimbunan pepohonan dan suara aliran air menambah kekhasan kawasan ini.

Jalan dari pintu masuk menuju air terjun hanya dapat ditempuh dengan berjalan kaki. Medan menuju air terjun memang agak sulit. Kita harus memasuki kawasan hutan lindung, melewati jalan setapak berbatu, mendaki bukit terjal dan menyeberangi sungai. Di hutan ini dapat kita jumpai kawanan monyet yang hidup bebas di atas pohon. Perjalanan ini membutuhkan waktu sekitar 20 menit. Pesona alam yang ditawarkan membuat 20 menit perjalanan menuju air terjun serasa amat cepat.



Setelah 20 menit, mulai tampak air terjun kecil yang melingkar. Kami seolah-olah berjalan di dalam sumur besar nan hijau. Airnya pun terus mengguyur orang-orang yang berjalan di bawahnya. Memang untuk berkunjung ke tempat ini, kami harus bersiap membawa baju lebih karena basah tak bisa dihindari. Untuk mencapai air terjun utama Wiweka harus merayap di sisi tebing dengan hati-hati, jika tidak akan tercebur pada air berkedalaman 5 meter di bawahnya. Setelah berhasil mencapai air terjun utama, Wiweka merasa sangat puas. Suguhan mahakarya Tuhan ini tak henti-hentinya membuat Wiweka takjub. Di segala sudut mata memandang, hanya keindahan yang tampak. Air terjun ini memang menyuguhkan pesona yang berbeda dengan yang lain.

Dalam wisata kali ini Wiweka didampingi oleh Sudarsono, warga asli Probolinggo yang menjadi pemandu di kawasan ini. “Banyak orang yang datang ke air terjun ini, Selain berlibur juga untuk berdoa memohon sesuatu dan doanya sering terkabul.”, ceritanya. Menurutnya lagi, warga asli kawasan ini percaya bahwa Gajah Mada belum mati dan masih berada di kawasan tersebut.

Air terjun ini memang merupakan tempat bertapanya Patih Gajah Mada. Beberapa orang sempat melihat Gajah Mada menampakkan diri di sana. Percaya atau tidak pada cerita itu, Wiweka menyempatkan diri untuk mandi di bawah air terjun sambil berdoa.


Akhirnya Wiweka pun beranjak. Sedikit penat telah hilang dan kami siap kembali dengan realita di Surabaya. Wiweka berharap salah satu doa kami tadi terkabul, “Semoga kami dapat kembali menikmati pesona Madakaripura suatu hari nanti.” (tan)

Klik disini untuk melanjutkan »»

Menjadi Pemimpin

Kita semua nantinya akan menjadi seorang pemimpin. Arti pemimpin di sini bukan hanya terbatas untuk memimpin suatu organisasi yang terdiri dari beratus bahkan beribu-ribu orang anggota. Dalam sebuah keluarga pun harus memiliki seorang pemimpin.

Kawan-kawan ingat bahwa seorang pemimpin itu bukan dilahirkan tetapi dibentuk. Oleh karena itu jangan pernah berhenti mencoba. Cobalah terus, karena dalam percobaan yang baru, kawan-kawan akan mendapatkan sesuatu hal yang baru pula.

Dalam diri kita sudah terdapat kharisma yang ada sejak lahir. Namun sayangnya banyak orang yang tidak sadar kalau di dalam dirinya sudah tertanam kharisma pemimpin, yang belum terasah saja. Berikut ini saya kutipkan tips bagaimana cara mengembangkan kharisma kawan-kawan.

1. Keyakinan diri kawan-kawan sendiri itu sangat penting. Artinya dalam mengambil suatu keputusan, pekerjaan, dan lain sebagainya diperlukan sebuah keyakinan. Intinya kawan-kawan harus yakin terlebih dahulu.

2. Hindari wajah muram. Wajah berseri-seri tentu lebih enak dipandang daripada wajah muram. Hal inilah yang kawan-kawan jauhi jika bertemu dengan orang lain.

3. Ambillah sebuah sikap yang tegas, jika diperlukan.

4. Risih dalam menyampaikan pendapat itu tabu. Kita harus berani menyampaikan pendapat kita. Tidak ada salahnya untuk menyampaikan pendapat Anda ke depan forum, namun kata-kata yang digunakan harus diperhatikan agar tidak terjadi kesalahpahaman.

5. Ingat selalu dengan orang lain. Hal yang paling mudah adalah mengingat namanya.

6. Spontanitas itu juga penting. Kita sekali-kali juga perlu mengambil suatu tindakan yang spontan.

7. Mantapkanlah diri Anda pada bakat Anda. Dengan memantapkan diri Anda pada bakat Anda, kharisma Anda akan mulai terbentuk.

8. Andalkan inisiatif. Biasakan diri menjadi pelaksana. Dengan menjadi pelaksana langsung, Anda akan belajar untuk menyelesaikan masalah.

Sikap seorang pemimpin juga dapat dibentuk. Sikap dibentuk dengan cara bercermin pada sikap-sikap seseorang atau dengan mencontoh sikap positifnya. Berikut merupakan sikap para dewa yang tercantum pada Rama Asta Brata yang patut ditiru.

1.Indra Brata : berwibawa, sejuk dan memberi kesejahteraan kepada rakyat yang dipimpinnya.

2.Yama Brata : adil, objektif, tidak terpengaruh pada hal apapun.

3.Surya Brata : semangat, tidak membeda-bedakan.

4.Chandra Brata : damai, memberi pencerahan.

5.Vhayu Brata : berada di tengah-tengah anggotanya, memberi kesegaran dan kesejukan.

6.Bumi Brata : sabar dan tenang.

7.Baruna Brata : meiliki pengetahuan yang luas, bijaksana.

8.Agni Brata : berani, tegas.

Dengan ulasan di atas saya berharap kawan-kawan nantinya dapat menjadi seorang pemimpin yang karismatis, memiliki citra dan dapat bersikap.


I.G.N. Putra Dharma Kusuma
Sekretaris PC KMHDI Surabaya

Klik disini untuk melanjutkan »»

5 cm : The Inspiring Book



Judul Buku : 5 cm
Penulis : Donny Dhirgantoro
Penerbit : PT Grasindo
Cetakan : Kesebelas, Maret 2008
Tebal : 381 halaman



“…yang bisa dilakukan seorang makhluk bernama manusia terhadap mimpi-mimpi dan keyakinannya adalah mereka tinggal mempercayainya…”


Sebuah kalimat klise memang, apalagi untuk Anda yang tidak biasa bermimpi atau bahkan tidak berani untuk bermimpi. Tapi simpan dulu pendapat anda sampai anda selesai membaca novel karya Donny Dhirgantoro ini. Impian, cinta, dan kehidupan. Ketiganya dikemas dengan begitu cerdas, dengan bahasa yang sederhana dan ringan. Singkatnya, buku ini menunjukkan betapa besarnya kekuatan mimpi, misteri cinta, dan sejuta kejutan dalam kehidupan. Sang penulis tidak saja mempersembahkan buku yang menarik untuk dibaca, tapi juga sebuah buku yang secara implisit menunjukkan rasa cinta kepada bangsa ini, hal yang sudah sangat jarang ada dalam sebuah novel fiksi. Tidak heran buku ini tercatat sebagai salah satu best seller di Indonesia.

Cerita dimulai dari persahabatan antara lima manusia yang telah terjalin selama tujuh tahun. Sifat mereka yang begitu ajaib membuat mereka saling melengkapi satu sama lain. Mereka selalu menghabiskan waktu bersama, melakukan hal-hal yang tidak biasa, hingga suatu saat kebosanan muncul di benak mereka. Dan akhirnya mereka memutuskan untuk tidak saling berkomunikasi satu sama lain selama tiga bulan. Selama tiga bulan berpisah itulah terjadi petualangan baru yang membuat hati mereka lebih kaya dari sebelumnya. Namun rasa kehilangan dan kerinduan tak bisa dihindari. Semua itu terbayarkan dengan pertemuan dalam sebuah perjalanan. Sebuah perjalanan untuk membagikan seluruh kekayaan baru itu. Sebuah perjalanan yang penuh dengan keyakinan, mimpi, cita-cita, dan cinta. Sebuah perjalanan yang telah mengubah mereka menjadi manusia sesungguhnya, bukan cuma seonggok daging yang bisa berbicara, berjalan, dan punya nama. Sebuah perjalanan yang saya yakin akan membekas di hati Anda.

Hal lain yang menarik di buku ini adalah penulis menyelipkan lirik lagu di sela-sela cerita untuk mendeskripsikan perasaan karakter atau kejadian yang sedang terjadi. Penyelipan lirik-lirik lagu tersebut merupakan siasat yang sungguh brilian. Cerita menjadi lebih hidup dan lebih menarik untuk dibaca. Namun saya tidak akan heran jika sebagian dari Anda merasa kebingungan dengan beberapa lirik lagu tersebut. Hal ini mungkin disebabkan oleh perbedaan generasi dan juga perbedaan selera musik antara penulis dan pembaca. Terlepas dari itu semua, saya yakin Anda tidak akan dapat melepaskan mata dan pikiran Anda dari buku ini. Kata demi kata, kalimat demi kalimat, halaman demi halaman hingga Anda selesai menelan dan mencerna semua yang ada pada buku ini dan ketika itu Anda akan menyadari betapa banyak hal baru yang Anda dapatkan, hanya dengan duduk dan membaca buku ini sampai lembar yang terakhir.(nyk)

Klik disini untuk melanjutkan »»

SMS PUBLIK

Tema Edisi Ini:
“Makan daging sapi, no problem atau dosa besar?”


Ak pkir, itu tgantung dr apa yg kita yakini.bila kta yakin itu mrpakan dosa,mka msti dhndri,betapapun sulitnya itu.ak mykini bla m'knsmsi dging spi m'pkn dsa bsr

Sudirga - Unud
08179732xxx

Menurut saya,makan daging sapi itu problem jika kebnyakan,tp jg tidak dosa bsar jika tidak ada dging yang lain.pd intinya makan/tidak makan dging sapi yg pnting sehat.krena it yg menjd tujuan utama.dngan keadaan sehat,apapun dpt kta krjakan.
I.G.N. Putra Dharma Kusuma - Ubaya
08179710xxx

Makan daging sapi it bkn mslh dosa apa ga,tp menurut kepercayaan org hindu sendiri sapi it binatang suci yg bnyk membrikan manfaat bwt manusia,stidakny jgn deh mkn dagingx hehehe.
Sonia - Unej
081999111xxx

Saya makan daging sapi,krn berperinsip makanlah apa yg bisa engkau mkn,tentunya bkn kanibal,kalau Tuhan melarang kita memakan sapi,tentunya dging sapi tidak dpt d cerna oleh lambung kita,itu adl hukum alam yg bs kita simpulkn sndiri
Wisnu - ITS
081803499xxx

OSA. Makan daging sapi sesungGUHny tdk d perkenankan,bkn krn d haramkn namun krn d sucikn. d sna trdpt nilae2 mORAL,sejarah n keyakinan agama atas pengorbnan sang sapi untk kehdupan manusia. Oleh sbb it mariH Lah qt untk Lbh mengHARgai niLAE khdpan yg d Ciptakn-Nya.Suksma.OSSSO. SEJ.
Yudy - UPN
081805523xxx

Mkn daging sapi itu no problem,asal daging sapinya bkn hsl mncuri & sapinya tdk trkna pnyakit sapi gila. Tp saya lbh mmilih u/ mnjadi vgtarian.
Mahendra - Stiesia
081330514xxx

Bnerny dosa & jd problem seh, tp brhbung sapix ikhlas, yg maem jg ikhlas..hehehe.. so?
Dewiyana - Jember
081336205xxx

Klik disini untuk melanjutkan »»
 

Berita Terbaru

Opini Terbaru

Iklan

Namablogkamu is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com | Power by blogtemplate4u.com