Jerat Waktu

.

De Bogler : Yan, ayo kita main pingpong besok sore!!
Yan Robert : Sorry De, aku sibuk sekali nih, tugasku numpuk. Belum lagi besok aku ada rapat di jurusan dan di UKKH.
De Bogler : Sok sibuk aja kamu, Yan!!
Yan Robert : Beh gimana men, sulit jadi orang penting nok..

Mungkin percakapan itu pernah terlontar antara teman-teman sekalian dalam keseharian. Memang ada dua tanggapan dan perasaan orang tentang waktu. Beberapa orang mengeluh karena merasa tak pernah punya waktu seperti yang dirasakan Yan Robert, sedangkan beberapa orang yang lain selalu mencari jalan untuk membunuh waktu. Padahal sebenarnya waktu telah dibagikan kepada kita semua secara seadil-adilnya, sehingga tidak seorang pun yang mendapat jatah lebih atau malah sebaliknya kurang. Jadi apa sih yang kadang-kadang membuat seseorang merasa hari-harinya terasa sangat panjang atau begitu pendek??? Yup… Pembagian tugas-tugas yang tidak merata pada setiap individu yang menyebabkan waktu seseorang terasa sangat sempit atau begitu panjang.

Seringkali masalah-masalah waktu timbul karena situasi eksternal. Dalam keseharian kita mengikuti perkuliahan di kampus, biasanya kita tidak mempunyai pilihan lain kecuali mengikuti jadwal-jadwal yang telah ditetapkan. Di samping hal itu, bagi yang suka ikut “gradag-grudug” di suatu organisasi, dituntut pula untuk menghadiri pertemuan atau rapat. Apakah ini nasib??? Tentu tidak, ini bukan semata-mata masalah nasib, namun justru bisa dikatakan hal tersebut adalah masalah-masalah ciptaan kita sendiri. Tak henti-hentinya kita terjerat oleh jebakan-jebakan waktu yang kita buat sendiri dengan menjadwalkan terlalu banyak kegiatan dalam hari-hari kita. Akibatnya, kita akan menjadi marah-marah dan stress sendiri bila pekerjaan yang kita rencanakan memunculkan banyak masalah yang tidak kita duga dan kita harapkan.

Secara umum jebakan-jebakan waktu yang sering kita alami sehari-hari dapat dikelompokkan menjadi 4 yaitu :

1. Kegiatan wajib
Yang dapat dimasukkan dalam kegiatan wajib dalam kehidupan sehari-hari kita tentunya adalah rutinitas kita sebagai mahasiswa yaitu kuliah. Hampir sebagian besar waktu kita dihabiskan untuk ini dan segala “tetek bengek” yang mengiringinya seperti tugas-tugas. Tapi mau bagaimana lagi, ini adalah tujuan dan kewajiban kita atas status kita sekarang sebagai mahasiswa.

2. Ketakutan pada kesia-siaan
Mungkin teman-teman pernah membaca atau mendengar bunyi hukum Parkinson pertama yang di rumuskan oleh C. Northcote Parkinson yang berbunyi “suatu pekerjaan dibesar-besarkan demi mengisi alokasi waktu yang disediakan untuk menyelesaikannya”. Hal ini sering kita jumpai dalam keseharian, seperti ketika kita harus antri untuk mendapatkan pelayanan di suatu ATM. Kita biasanya akan sedikit marah atau bahkan marah-marah karena diharuskan menunggu terlalu lama, padahal kita sebenarnya punya banyak waktu. Apa sebenarnya yang terjadi? Hal ini karena setiap orang benci akan ketidakaktifan. Kita umumnya takut kepada kesia-siaan atau ketidakaktifan karena menggangap hal itu akan mencerminkan keberadaan diri kita. Sehingga kita biasanya mengambil pekerjaan melebihi dari kemampuan kita

3. Ketidakmampuan berkata tidak
Selain karena ketakutan kita pada kesia-siaan, banyak di antara kita mengambil tanggung jawab lebih banyak dari pada kemampuan diri, bukan karena keinginan spontan untuk membantu, tetapi karena kita khawatir kalau orang lain akan memandang remeh kita bila kita kurang sibuk. Sebagai contoh, Yan Robert yang sadar kuliahnya dalam beberapa semester ke depan sangat padat, karena ketidakmampuannya berkata tidak dan karena ingin menjadi orang yang sok sibuk dan mendapat pengakuan dari sekitar, menerima semua tawaran apapun yang dibebankan kepadanya, semisal menjadi pengurus di UKKH, di HIMA, dan masuk kepanitian kecil di angkatan.

Kedepannya, keinginan kita untuk dipuji tumbuh menjadi sangat kuat sehingga kita umumnya berulang kali berkata tugas-tugas yang dibebankan ke kita sangat menyita waktu dan teramat sulit dilakukan. Ujung-ujungnya jika semua sudah mentok, kita akan menjadi marah pada diri kita sendiri dan mungkin saja orang lain karena ternyata kita gagal untuk melaksanakan tanggung jawab atau pekerjaan yang dibebankan kepada kita. Masalah bagi kita yang sangat sulit untuk berkata TIDAK, adalah kita selalu membebani diri kita dengan tanggung jawab yang lebih besar dari kemampuan kita. OK, let’s learn to say NO from now.

4. Saat awal yang sulit
Contoh ini sering kita alami dalam kehidupan sehari-hari. Kejadian ini saya alami sendiri ketika berencana membuat tulisan ini. Saat itu, sore setelah pulang dari kampus, rencananya saya langsung membuat sebuah tulisan untuk Wiweka. Namun setiba di rumah, perasaan malas dan kebiasaan lama suka menunda-nunda mulai merasuk. Saya putuskan untuk makan dulu, mungkin setelah itu bisa langsung membuat tulisan ini. Tapi apa yang terjadi? Sampai besok paginya, tulisan ini belum selesai karena setelah makan dan nonton TV, ada acara bagus dan keterusan sehingga rencana awal ditunda lagi. Tapi untungnya tulisan ini bisa selesai juga dan dimuat di Wiweka. Permasalahan di sini adalah biasanya bila kita membiarkan diri, kita akan mengalami kemacetan dalam menyelesaikan sejumlah pekerjaan kecil sebelum kita memusatkan perhatian pada pekerjaan utama. Setelah memberikan perhatian penuh pada tugas berikutnya, banyak waktu yang telah terbuang.

Dalam buku Michael Ende yang berjudul MOMO, terdapat sebuah kisah tentang seorang gadis yang tidak punya apa-apa selain waktu. Dengan bantuan teman-temannya, gadis tersebut berhasil memerangi pencuri-pencuri waktu. Di buku itu juga dituliskan “kehidupan menggenggam suatu misteri kehidupan yang sangat lazim, yang dimiliki oleh setiap orang. Misteri tersebut adalah misteri waktu. Kalender dan jam adalah hanya sebagai sarana pengukur waktu, tetapi kalender dan jam tidak sangat berarti karena waktu yang sebenarnya adalah kehidupan itu sendiri”. Namun saya pribadi berharap, setelah teman-teman membaca tulisan ini, teman-teman tidak menjadi enggan untuk bergabung di suatu kepanitiaan atau menjadi pengurus di suatu organisasi. Hanya pertimbangkan juga kemampuan diri, sebatas mana dan seberapa dalam kita akan terjun di dalam organisasi itu. Sehingga kedepannya organisasi tidak menjadi kambing hitam atau kambing belang jika kita gagal dan terhambat untuk mencapai tujuan utama kita kuliah yaitu LULUS/TAMAT/SELESAI/THE END/PUPUT.

Diambil dan diringkas dari beberapa buku, artikel dan pergaulan di keseharian
I Putu Lisna Kurniawan
Statistika ITS 2004
Stat_55@plasa.com

0 komentar:

 

Berita Terbaru

Opini Terbaru

Iklan

Namablogkamu is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com | Power by blogtemplate4u.com