Bom Waktu Perdagangan Karbon

Jika pohon terakhir telah ditebang,
jika sungai terakhir telah tercemar,
jika ikan terakhir telah ditangkap,
baru manusia akan sadar,
bahwa mereka tidak akan bisa makan uang.


Kalau ada satu masalah serius yang sangat mengglobal namun kelihatannya tidak berbahaya, itu adalah pemanasan global. Banyak yang berkampanye menyerukan urgensi masalah ini, namun tidak sedikit pula yang skeptis. Bahkan ada yang sekedar tahu, definisi maupun dampak-dampaknya, namun tidak tahu dan tidak mau tahu apa yang harus dilakukan. Anda termasuk yang mana?

Pemanasan global bukan suatu isu baru. Fenomena yang diresahkan oleh masyarakat seantero dunia ini, ditandai oleh banyak hal yang dapat kita rasakan langsung. Cek, apakah suhu memanas? Apakah iklim berubah? Apakah polusi meningkat? Coba kita telaah. Arti pemanasan global sendiri adalah peristiwa meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut dan daratan bumi akibat dari meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca yang mana sebagian besar diakibatkan oleh aktivitas manusia. Banyak kajian, salah satunya dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), yang menyatakan bahwa suhu permukaan global akan meningkat 1,1 hingga 6,4o C dalam rentang waktu 1990 hingga 2100. Peningkatan suhu tersebut akan terus berlangsung jika emisi gas rumah kaca tetap terjadi.

Apa dampaknya? Selain yang dapat kita amati sekarang ini, ada beberapa potensi efek yang cukup mengerikan. IPCC menyebutkan bahwa bila tidak dilakukan upaya pengurangan emisi gas rumah kaca, maka 75-250 juta penduduk di Afrika akan menghadapi krisis air di tahun 2020. Kelaparan yang meluas akan terjadi di Asia Timur, Asia Tenggara dan Asia Selatan. Indonesia pun akan kehilangan sekitar dua ribu pulau kecil akibat kenaikan permukaan air laut. Bencana banjir dan kekeringan menjadi ancaman. Pun perubahan iklim yang dikeluhkan terutama oleh petani. Bidang yang bersentuhan dengan kebutuhan pokok manusia ini direpotkan. Siapa pun tahu bahwa dunia agraria seharusnya berjalan selaras dengan lingkungan, utamanya iklim. Kalau faktor tersebut sekarang cenderung menjadi tidak menentu, tentu saja kita pantas khawatir.

Lantas, apa masyarakat dunia diam? Tidak. Tapi kalau pertanyaannya apakah mayarakat dunia benar-benar peduli, nanti dulu. Kalau Anda cukup aware, ada yang namanya Protokol Kyoto, yang dirumuskan di Kyoto, Jepang pada tahun 1997. Protokol Kyoto merupakan sebuah kesepakatan negara-negara dunia yang merupakan kelanjutan dari berbagai kesepakatan penyelamatan bumi. Protokol ini mulai mengikat secara hukum setelah Rusia meratifikasinya pada tahun 2004 dan menjadi negara ke-55 yang bergabung.

Menurut protokol ini, para negara-negara pencemar, atau penghasil gas-gas rumah kaca, menyepakati target pengurangan emisi hingga taraf tertentu. Mereka diwajibkan mengurangi emisi gas rumah kaca, salah satunya karbon dioksida, sebanyak 5,2% di bawah kadar yang mereka lepas pada tahun 1990 dalam kurun waktu lima tahun (mulai 2008-2012, yang disebut sebagai periode komitmen pertama).

Protokol Kyoto menawarkan tiga mekanisme fleksibel untuk membantu negara-negara industri menekan laju emisi gas rumah kaca yaitu: Implementasi Bersama (joint implementation/JI), Perdagangan Emisi Internasional (international emission trading/IET) dan Mekanisme Pembangunan Bersih (clean development mechanism atau CDM). CDM ini muncul karena begitu sulitnya memaksa negara-negara tersebut mengurangi emisi karbonnya, akibat begitu besarnya ketergantungan mereka pada konsumsi bahan bakar minyak. Sampai sekarang saja, Amerika Serikat masih menolak Protokol Kyoto. Dari tiga mekanisme fleksibel tersebut, hanya CDM yang melibatkan negara-negara berkembang. Melalui CDM inilah tata cara perdagangan karbon dunia mulai diatur, yang semakin nyata dilontarkan di ajang UNFCCC (United Nations Framework Convention on Climate Change) di Bali pada tanggal 3-14 Desember 2007.

Secara teknis, perdagangan karbon ini adalah mekanisme berbasis pasar untuk membatasi peningkatan kadar CO2 di atmosfer dengan menjual jatah karbon yang bisa diserap oleh suatu kelompok tanaman/hutan kepada negara/industri yang menghasilkan polusi karbon. Siapa saja yang terlibat dalam perdagangan karbon ini? Ada yang disebut dengan debitur karbon, yaitu negara dan masyarakat kaya yang miskin akan pohon dan tanaman. Selain itu, terdapat yang namanya penjual karbon atau kreditur karbon, yaitu negara-negara atau masyarakat berkembang namun kaya akan pohon yang mampu menyerap karbon lebih banyak daripada karbon dari dunia industri atau kendaraan di negaranya.
Perdagangan karbon sendiri pada umumnya dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu sistem fund dan sistem pasar. Dengan sistem fund, negara industri memberikan anggaran untuk melestarikan hutan kepada negara-negara yang bersedia menyisakan lahannya untuk pelestarian. Dana ini digunakan untuk proyek-proyek pembangunan. Kelemahan sistem ini adalah seringnya dana tersebut tidak jatuh ke tangan yang tepat dan menguap begitu saja pada jajaran pemerintah pusat sehingga upaya pelestarian tidak berjalan dengan maksimal. Sistem yang kedua adalah sistem pasar. Pada sistem ini korupsi dapat dihindari karena sistem perdagangan karbon berbentuk pasca bayar. Jadi siapa saja yang memiliki hutan harus melakukan pelestarian terlebih dahulu. Setelah dibuktikan, maka setiap tahun pihak tersebut akan mendapatkan pembayaran. Selain itu, pepohonan yang dilibatkan pada perdagangan karbon merupakan pepohonan yang bukan berasal dari hutan alami. Hal ini telah menjadi kesepakatan internasional dalam Protokol Kyoto. Dengan demikian, perdagangan karbon dari hutan lindung tidak dapat dilakukan. Ditambah lagi, hanya hutan tanaman yang dikembangkan setelah tahun 1990 saja yang dapat diterima pada sistem perdagangan karbon.

Mari kita analogikan agar lebih mudah. Bayangkan ada dua negara M dan U. Emisi gas karbon dioksida yang dihasilkannya masing-masing adalah 100.000 ton. Diwajibkan pada mereka untuk mengurangi emisinya hingga 5% (5.000 ton). M ternyata mampu mengurangi emisinya hingga 10.000 ton. Dengan perdagangan karbon, negara U dapat membeli surplus emisi di negara M tanpa harus mengurangi emisi gasnya. Atau negara U dapat melakukan investasi ke negara lain yang dapat mereduksi karbon hingga 5.000 ton.

Perhitungan bisnisnya relatif sederhana. Setiap upaya penurunan emisi yang setara dengan satu ton karbon (tCO2e) akan diganjar satu CER (certified emission reduction). Sertifikat ini dikeluarkan oleh Badan Eksekutif CDM di bawah UNFCCC. Negara industri yang sudah meratifikasi Protokol Kyoto (disebut dengan kelompok Annex-1), atau lembaga nonpemerintah manapun yang merasa berkepentingan, bisa membeli CER ini dari proyek-proyek CDM di negara berkembang (non-Annex-1) yang tidak diwajibkan untuk mengurangi emisi.

Layaknya komoditas dagang, harga CER bisa bervariasi, tergantung kesepakatan pihak-pihak yang bertransaksi. Harga satu CER berkisar 5-15 dolar AS. Jadi, jika suatu proyek CDM berhasil memproyeksikan pengurangan emisi sebesar 1 juta ton CO2e dalam setahun, pendapatan kasar yang diperoleh proyek tersebut satu tahunnya sekitar 10 juta dolar AS dari penjualan CER.

Semangat yang diangkat adalah bagaimana perlindungan hutan, sebagai suatu komoditas yang harus dilestarikan karena dapat berperan penting dalam penanggulangan masalah pemanasan global, menjadi sangat penting. Negara-negara maju ikut berkontribusi pada pelestarian hutan ini sebagai kompensasi tingginya tingkat emisi gas di negara mereka. Pelestarian hutan seharusnya tidak dianggap sebagai liabilitas, namun lebih sebagai aset berharga. Perdagangan karbon ini juga dipercaya dapat membangkitkan perekonomian negara dunia ketiga sekaligus menciptakan kondisi lingkungan yang relatif lebih baik. Apalagi, menurut Frank Momberg, seorang ahli lingkungan di Flora & Fauna International untuk kawasan Asia Tenggara, industri di negara industri, terutama dari sektor transportasi memang merupakan penghasil gas rumah kaca terbesar. Namun konversi hutan juga turut berkontribusi. Saat hutan dikonversi, didegradasi, atau dibakar, muncullah CO2 dan jumlahnya mencapai 18% dari semua emisi. Jadi, pengelolaan hutan ini penting untuk dilakukan dan karena itu patut mendapat kompensasi setimpal.

Terdengar bagus? Atau Anda berpikir sebaliknya? Pihak kontra selalu memandang bahwa solusi ini terkesan seperti menyederhanakan masalah. Negara industri bisa dengan bebas mengotori atmosfer dengan karbon dari proses industrinya selama mampu membeli CER sebagai kompensasinya. Perdagangan karbon tidak mengurangi emisi, namun hanya memindahkannya saja. Tak ubahnya seperti sarana pencucian dosa. Konsekuensi jangka panjangnya, emisi gas rumah kaca hanya akan terus membesar dan keuntungan perusahaan dari produksi meningkat.

Posisi Indonesia
Apapun, perdagangan karbon tersebut telah disepakati. Sekarang pertanyaannya, dimana posisi Indonesia? Setelah meratifikasi Protokol Kyoto melalui Undang-undang Nomor 17 tahun 2004, Indonesia membuka peluang ikut serta dalam arus perdagangan karbon. Sebagai fasilitator dan koordinator CDM di tingkat nasional, pemerintah membentuk Komisi Nasional Mekanisme Pembangunan Bersih (Komnas MPB) di bawah koordinasi Kementerian Lingkungan Hidup pada Juli 2005. Di setiap negara, komisi semacam juga ada dengan sebutan DNA (Designated National Authority).

Indonesia, dengan hutannya yang luas, memang memiliki potensi dalam hal ini. Berdasarkan Kajian Strategis Nasional Sektor Kehutanan dan Energi (KSNKE) yang dilakukan pada tahun 2001-2002, Indonesia memiliki potensi pengurangan emisi gas rumah kaca sekitar 23-24 juta ton CO2e per tahun. Jika dikonversi ke nilai CER, potensinya menjadi 230 juta dolar AS dalam setahun (sekitar 2,3 triliun rupiah). Bukan jumlah yang kecil. Indonesia sendiri cukup aktif dalam proyek-proyek seperti ini. Saat ini saja ada dua proyek lagi dari Indonesia yang masih antre untuk disetujui oleh Badan Eksekutif CDM. Bukan tidak mungkin jumlahnya akan terus bertambah. Hingga saat ini, beberapa proposal proyek juga terus diterima oleh Komnas MPB.

Apakah itu kabar baik? Tergantung. Masalahnya, yang mana merupakan hal klasik, ada di pelaksanaan. Selama ini, sektor kehutanan Indonesia sudah banyak sekali mendapat dana internasional yang diberikan melalui Global Environmental Fund (GEF) yaitu dana lingkungan dari Bank Dunia. Tapi adanya masalah korupsi membuat dana tersebut sering tidak pernah sampai ke lapangan, masyarakat yang tinggal di sekitar hutan, atau pemerintah daerah.

Sistem perdagangan, yang menganut sistem pasca bayar, memang menghindari adanya korupsi. Siapa saja yang memiliki hutan harus melestarikannya dulu. Kalau dia dapat membuktikannya, baru setiap tahun mendapat pembayaran. Tapi kembali terdapat satu aspek kritis untuk sistem perdagangan karbon yaitu siapa yang memiliki karbon, dan itu sangat penting di Indonesia. Seperti diutarakan Frank Momberg, masalahnya di Indonesia adalah pada umumnya negaralah yang dianggap memiliki hutan. Padahal masyarakat juga merasa memiliki hutan secara tradisional atau secara adat. Aspek yang paling penting adalah apakah kita bisa mengembangkan satu sistem perdagangan karbon yang adil. Jadi para pihak yang betul-betul berkepentingan, seperti masyarakat lokal ikut menikmati hasil dari perdagangan karbon ini, tidak hanya tertahan di pemerintah pusat atau pemerintah daerah saja. Itu PR bersama.

Terakhir, yang penting untuk digarisbawahi disini, tujuan kita bersama adalah penanggulangan masalah yang lebih besar lagi, pemanasan global. Jangan sesekali melupakan esensi tersebut. Pemanasan global harus dihadapi bukan semata dengan memuluskan mekanisme perdagangan karbon. Jika negara industri tetap saja menghasilkan emisi gas rumah kaca dengan sangat tinggi tanpa peduli dengan dampaknya, perdagangan karbon hanya akan menjadi legalisasi kelakuan boros dan polutif.

I Putu Meidy Hartawan
Sekretaris PD KMHDI Jawa Timur

Klik disini untuk melanjutkan »»

Bumi Memanas karena Ulah Manusia

Bulan Desember tahun 2007 yang lalu di Bali diadakan KTT antar negara di dunia yang khusus membahas mengenai masalah perubahan iklim dunia. Pada saat itu media cetak dan elektronik berlomba-lomba memberitakan masalah perubahan iklim. Pemerintah Indonesia juga sangat antusias ikut serta dalam membahas masalah tersebut, apalagi Indonesia bertindak sebagai tuan rumah. Tapi tidak lama berselang setelah konferensi tersebut, pemberitaan itu hilang seperti ditelan bumi, tanpa ada banyak tindak lanjut. Ini terlihat dari tidak ada publikasi dari pemerintah ke masyarakat tentang keputusan atau hasil dari perbincangan antar negara tersebut. Masyakat kebanyakan seperti tidak mau tahu, dan tidak bertindak apapun. Walaupun sering sekali negara kita terkena dampak dari perubahan iklim.

Kalau kita berbicara mengenai perubahan iklim, kita mungkin sudah tahu bahwa penyebab dari perubahan iklim adalah pemanasan global. Pemanasan global adalah fenomena naiknya suhu bumi akibat peningkatan efek rumah kaca. Sinar matahari yang seharusnya dipantulkan kembali ke angkasa malah terperangkap di atmosfir karena peningkatan jumlah gas-gas tertentu. Fenomena yang disebut efek rumah kaca inilah yang membuat bumi panas. Perubahan ini berlangsung perlahan namun nyata sebagaimana pemanasan suhu yang dirasakan penduduk Puncak, Bogor, Jawa Barat.Dampak pemanasan global juga dirasakan di kawasan pesisir. Walau hanya sebagai salah satu penyebab, pemanasan global turut memperparah fenomena rob atau masuknya air laut ke daratan. Tinggi permukaan laut bertambah akibat mencairnya lapisan es kutub. Dampak lain dari pemanasan global adalah kekacauan iklim yang tentunya membawa dampak pada pertanian. Dan kita dapat berkaca pada apa yang terjadi di tahun 2006, yaitu salah satu akibat dari pemanasan global adalah banjir yang menelan korban jiwa mencapai 1.250 orang, merusak 36 ribu rumah dan menggagalkan panen di 136 ribu hektar lahan pertanian. Walhi (Wahana Lingkungan Hidup) mencatat secara tidak langsung kerugian yang timbul akibat banjir dan tanah longsor mecapai 20,57 triliun, atau setara dengan 2,94% dari APBN 2006.

Pemanasan global akibat terperangkapnya sinar panas sinar matahari oleh gas-gas yang ada di atmosfir. Adapun gas-gas yang mampu memerangkap dan memantulkan radiasi matahari itu antara lain karbon dioksida, dinitro oksida, metana, dan hidro fluoro-karbon. Gas-gas rumah kaca itu ada yang dihasilkan secara alami seperti dari pembusukan sampah dan kotoran ternak. Adapula yang berasal dari ulah manusia seperti asap kendaraan dan pabrik serta gas untuk pendingin udara maupun tata rambut. Dari semua gas itu emisi gas karbon dioksida-lah yang paling besar.

Beberapa hal bisa dilakukan untuk mengerem laju pemanasan global. Salah satu adalah dengan mengurangi emisi gas karbon dioksida antara lain dengan mengurangi pemakaian kendaraan dan mendorong penggunaan bahan bakar ramah lingkungan. Mendorong pengoperasian pembangkit listrik bebas polusi seperti pembangkit listrik tenaga air atau tenaga angin serta memanfaatkan sampah dan limbah peternakan menjadi gas biomasa. Dan tentunya tetap menjaga hutan sebagai paru-paru dunia untuk menyerap karbon dioksida.

Sebagai negara yang punya hutan yang sangat luas, sekitar 126,8 juta hektar, sebenarnya kita sangat mampu untuk mengurangi kecepatan pemanasan global. Walaupun pemanasan global tidak dapat dihentikan, sekitar 0,6 °C per tahun, tapi karena keserakahan manusia lah, hutan kita berkurang setiap tahun sekitar seluas pulau Bali (2 juta hektar). Karena itu pemanasan global tidak tebendung lagi. Kerusakan hutan kita dipicu oleh tingginya permintaan pasar dunia terhadap kayu, meluasnya konversi hutan menjadi perkebunan sawit, korupsi dan tidak ada pengakuan terhadap hak rakyat dalam pengelolaan hutan. Apalagi ditambah dengan pembuangan gas emisi kendaraan yang begitu meningkat.

Yang kita sekarang butuhkan adalah kesadaran pemerintah dan masyarakat tentang pentingnya masalah ini. Dan kita harus bekerjasama untuk menanggulanginya. Kalau proses pemanasan global ini tidak cepat direm, bisa jadi manusia akan seperti dinosaurus, punah, karena alam telah murka.

I Putu Yasa Antara
Mahasiswa Teknik Perkapalan ITS

Klik disini untuk melanjutkan »»

Mengapa Why?

Manusia tidak melakukan sesuatu tanpa alasan. Akan selalu ada alasan untuk setiap tindakan. Keterpaksaan juga dapat dimasukkan sebagai satu alasan.

Anda masih ingat dengan kampanye safety riding? Sekarang hal tersebut masih berlaku, namun gaungnya boleh dikatakan meredup. Seingat saya, dulu banyak sekali cara yang dilakukan pemerintah untuk mendorong masyarakat melakukan itu. Setelah adanya sosialisasi selama beberapa pekan, razia di beberapa sudut kota juga jamak ditemui. Beberapa media turut berperan serta, seperti misalnya memberikan semacam reward bagi pengendara yang kedapatan menaati aturan. Namun kenapa pelaksanaannya tidak bertahan?

Satu fenomena yang saya lihat adalah alasan yang tertanam di masyarakat sedikit melenceng. Boleh jadi karena dulu mereka merasa terpaksa dengan adanya banyak razia. Atau mungkin ada yang hanya merasa termotivasi dengan reward yang ditawarkan. Nah setelah dua hal itu menghilang, seiring dengan berakhirnya kampanye, habis sudah alasan beberapa golongan masyarakat untuk mengikuti aturan ini lebih jauh. Sayang sekali bahwa alasan yang melekat bukan mengapa safety riding ini penting, mengapa ini harus dilakukan, dan mengapa ini dapat membuat, tidak hanya saya, namun juga pengguna jalan lain lebih aman.

Apa budaya masyarakat ini memang campah (menganggap remeh) pada peraturan seperti itu? Anda sadar kalau kita sering mendengar celetukan "nggak usah pake helm, ga ada polisi juga." Lho, bukankah memakai helm itu untuk keselamatan kita sendiri? Kenapa sekarang berubah menjadi agar dilihat oleh polisi? Sekali lagi itu alasan yang tertanam di benak masing-masing.

Dulu, jaman saya masih es-em-a, saya sering tergelitik dan tergelak melihat beberapa reality show di televisi. Mungkin Anda juga pernah menyaksikannya walaupun hanya sepintas lalu. Beberapa reality show yang masih membekas itu antara lain, program yang mengajak kita untuk menolong orang lain, selalu ingat mengucapkan terima kasih pada orang lain, bahkan yang paling gres, agar selalu setia pada pasangan. Ada hadiah yang lumayan besar lho kalau kita "terjebak" melakukan hal yang diharapkan. Acara tersebut pada jamannya sangat segar. Tapi apa? Kita diajak bercermin, melihat bahwa motivasi kita melakukan sesuatu belum sampai pada tahap keikhlasan ataupun kesadaran dari diri sendiri. Pertanyaan mengapa kita masih terjawab oleh adanya dorongan dari pihak lain dan itu sangat dominan. Kadang, di program-program tersebut, muncul wajah-wajah cuek yang dengan cepatnya berubah ketika mereka tahu bahwa ini adalah suatu skenario yang ada rewardnya. Miris?

Menemukan jawaban dari "why" Anda sangat penting. Itu menentukan seberapa besar motivasi Anda atau rekan-rekan Anda melakukan sesuatu yang diharapkan. Bahkan dapat diramalkan seberapa jauh tindakan tersebut tetap dilaksanakan dan apa yang bisa dilakukan untuk memicu hal tersebut.

Jawaban dari "why", yang mana akan menjadi alasan, dapat bermacam-macam. Salah satunya seperti disebutkan diatas, adalah keterpaksaan. Hanya, satu hal yang ingin saya tegaskan, orang pintar, atau istilahnya kaum intelek, sepatutnya melakukan sesuatu dengan kesadaran penuh. Alasan melakukan sesuatu harus berdasar pada pemikiran sendiri, bukan karena itu adalah hal wajib yang mesti ditelan mentah-mentah atau didogmakan tanpa tahu logikanya. Kendati kita tahu itu baik, namun jika alasan kita melakukan itu karena keterpaksaan semata, tanpa tahu apa esensinya, niscaya itu juga tidak akan berdampak maksimal. Apalagi jika penegakannya tidak serius, muncullah yang namanya pelanggaran peraturan atau tidak tercapainya tujuan.

Coba perhatikan, pelatihan yang baik pasti akan memaparkan di awal, mengapa kita memerlukan materi ini. Polling sering menanyakan alasan Anda memilih suatu opsi. Itu agar Anda memiliki gambaran, alasan apa yang tertanam dalam diri Anda dalam melakukan sesuatu. Jadi, selalu tanyakan mengapa saya melakukan ini atau mengapa hal ini perlu dilakukan sebelum Anda memutuskan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

Pertanyaan berikutnya, bagaimana menumbuhkan alasan dengan kesadaran diri? Ok, kesadaran memang muncul dari diri sendiri. Anda tidak bisa memaksa diri untuk menyetujui suatu idealisme apabila idealisme itu memang bukan jalan Anda. Tetapi, Anda dapat membuka pikiran, memperluas pandangan, dan menambah wawasan seputar masalah tersebut guna mendapat masukan yang dapat dijadikan pertimbangan kembali. Contoh kecil, isu pemanasan global membuat banyak pihak mengampanyekan perubahan kebiasaan yang merugikan lingkungan. Tanyakan pada diri sendiri, mengapa hal ini penting dan mengapa saya harus melakukan ini? Itu akan memunculkan alasan tersendiri yang sangat mungkin berbeda pada tiap personal, tergantung banyaknya informasi yang didapat. Selanjutnya Anda dapat memutuskan apakah akan ikut arus, berdiam diri, atau menciptakan tren baru. Jangan sampai Anda ikut arus tanpa tahu arti atau bersikap masa bodoh karena tidak tahu informasi. Itu sama sekali bukan sikap kaum intelek.(mei)

Klik disini untuk melanjutkan »»

Bumi yang Makin Panas

Pan Glebeg (petani) : Beh, kok begini susahnya sekarang bercocok tanam? Sudah cuaca gak menentu, hama tambah garang saja.

Putu Koncreng (dokter) : Kian hari penyakit semakin aneh-aneh saja. Perlu belajar buat nambah pengetahuan baru nih…

Made Kembung (apoteker) : Perlu bikin obat-obat baru, sepertinya obat-obat yang lama sudah gak mempan lagi.

Komang Gredeg (pengusaha) : Saya harus keluar uang lebih untuk perdangangan karbon dari gas buang pabrik yang saya punya.

Ketut Buglig (teknisi) : Alat-alat yang sudah beredar di pasaran sepertinya perlu perancangan yang lebih baik supaya sedikit lebih ramah lingkungan.

***

Beberapa tahun belakangan ini, berbagai lapisan masyarakat dari golongan teratas sampai terbawah sudah mulai merasakan perubahan-perubahan yang ekstrim. Baik di sektor pertanian, kesehatan maupun industri. Menurut isu yang berkembang atau dikembangkan, apa yang terjadi saat ini akibat dari pemanasan global (global warming). Benar atau tidak isu ini, masih ada beberapa kelompok yang meragukannya.

Mahasiswa Hindu di Surabaya hampir seluruhnya yakin dengan adanya global warming. Seperti yang terlihat pada gambar 1, 97,62% menyatakan bahwa global warming itu benar adanya dan hanya 2,38% yang masih meragukan hal ini. Global warming, menjadi isu yang sangat hangat dan banyak diperbincangkan karena adanya berbagai dampak buruk yang terjadi. Bahkan hal ini dikonvensikan di Bali beberapa bulan yang lalu. Hal ini sudah menjadi isu yang sangat santer beberapa tahun sebelumnya, ditandai dengan adanya Protokol Kyoto yang isinya menyangkut global warming. Berbagai dampak yang dirasakan oleh mahasiswa Hindu di Surabaya adalah sebagai berikut.

Udara yang semakin panas paling banyak dirasakan oleh responden, 92,86%. Sementara itu iklim yang tidak menentu dirasakan oleh 90,48% responden. Untuk bencana alam sendiri, hanya 69,05% yang menggangap itu merupakan dampak dari global warming. Dampak lain yang dirasakan oleh responden, seperti dikemukakan Made Yessy Paramita, mahasiswi semester 6 Farmasi Ubaya, adalah pola penyakit yang tidak menentu. Hal ini juga didukung oleh I Made Hesta Dipradana yang saat ini kuliah di Akuntansi Unair semester 7.

Dalam ajaran Hindu, ada yang namanya Tri Hita Karana. Inti ajaran Tri Hita Karana dalam Hindu adalah menjaga keselarasan hubungan, baik dengan Ida Sang Hyang Widi Wasa, antar sesama manusia, ataupun dengan lingkung an. Salah satu yang dapat diambil untuk menanggulangi global warming adalah menjaga keselarasan antara manusia dengan lingkungan. Mahasiswa Hindu di Surabaya, 83% menyatakan sudah menjaga keselarasan hubungan dengan palemahan atau lingkungannya. Namun, dari seluruh responden, ada 5% yang masih merasa belum menjaga hubungan baik dengan lingkungan.

Menariknya walaupun hanya disediakan pilihan ya atau tidak, ada yang membuat pilihan sendiri, yaitu kadang-kadang. Salut buat 12% responden yang tetap teguh pada pendirian untuk tidak mau dikelompokkan secara ekstrim dan tetap menjadi kelompok abu-abu.

Mengurangi dampak dari global warming dapat dilakukan dengan berbagai hal. Menurut 83,33% responden, untuk mengurangi dampak global warming adalah dengan melakukan penghijauan. Sedangkan pengurangan konsumsi BBM merupakan pilihan yang paling sedikit disetujui. Ini mungkin karena begitu mobilenya para responden, sehingga hal ini paling sulit dilakukan. Alternatif kegiatan yang muncul dari responden antara lain melakukan Catur Brata Penyepian, seperti yang dikemukakan oleh I D. Gede Anom P. yang saat ini kuliah di Teknik Sipil ITS semester akhir. Dewa, yang akrab dipanggil Balang, beralasan ini merupakan hal yang paling gampang dilakukan dan menimbulkan efek yang cukup besar.

Berbeda dengan Luh Putu Desi P. Dia menyarankan langkah kongkrit yang dapat dilakukan adalah menjadi vegetarian. Selain cinta kasih kepada sesama makhluk hidup, banyak pembabatan hutan yang sangat luas untuk menggembalakan ternak, imbuh mahasiswa Statistika ITS semester akhir ini. Alternatif lainnya yang banyak disarankan oleh responden adalah dengan membuang sampah pada tempatnya, seperti yang diusulkan oleh Satria Wibawa, mahasiswa Fakultas Kedokteran UWKS semester 6.

Sayangnya, 43% responden belum melakukannya. Namun, dari gambar 5, terdapat berita baik. Dari 43% responden yang menjawab tidak, 83% berencana akan melakukannya. “Karena sekarang saya baru menyadari bahwa menjaga kelestarian lingkungan adalah penting”, ungkap Ni Putu Ana Susanti yang saat ini kuliah di Poltekkes Depkes Surabaya. Mudah-mudahan kesadaran ini juga diikuti tindakan yang nyata.

Diluar benar atau tidaknya isu global warming ini, kita harus tetap menjaga hubungan yang harmonis dengan lingkungan. Mudah-mudahan apa yang ditakutkan dari global warming dapat diminimalisir. Selamat berjuang dan bekerja untuk menjaga kelestarian lingkungan.(lis)



Metode polling
Kluster purposit random sampling.

Jumlah Responden
Pria 25
Wanita 17

Waktu Survei
Mei 2008

Klik disini untuk melanjutkan »»

Everything is Under Control


Apa yang bisa diperbuat kepengurusan bila waktu yang ada hanya delapan bulan saja? Itu pun belum dipotong liburan akademis. Well, jika pertanyaan tersebut dilontarkan pada ketua UKMKHD UNAIR yang sekarang, Ida Ayu Paramitaswari, jawabannya adalah banyak kok.

Gadis manis yang sering dipanggil Mizae ini bahkan telah memulai gebrakannya. Hanya berselang sebulan lebih dari saat kepengurusannya terbentuk, UKMKHD UNAIR sudah berhasil menghelat U2 Cup Season II pertengahan Mei kemarin.

Mahasiswi Sastra Inggris UNAIR ini menegaskan bahwa U2 Cup adalah awal dari serangkaian kegiatan yang sudah dicanangkannya. Selain meneruskan program-program kerja kepengurusan terdahulu, ia juga menjanjikan akan ada kegiatan baru lagi. Mizae optimis, dengan bantuan rekan-rekannya, semua kegiatan tersebut dapat terealisasi. Wah, kayaknya dalam hal semangat, bajang yang hobi menari ini patut ditiru deh. Yuk, kita mengenal Mizae lebih dalam.

W(iweka) : Om Swastyastu. Mizae, apa saja kegiatannya sekarang?
M(izae) : Om Swastyastu. Sekarang lagi kuliah, ngurus UKM, dan kadang nari dimana-mana.
W : Bisa diatur dengan baik antara kuliah dan organisasi?
M : Astungkara, sampai saat ini everything is under control. Hehe..
W : Ada manfaatnya ga semua kegiatanmu itu? Atau justru malah merugikan?
M : Semua pasti ada hal positif dan negatifnya. Buat saya, semua yang sedang saya jalani sekarang adalah yang terbaik dan akan memberikan sesuatu yang berguna nantinya untuk saya.
W : Selama ini, bagaimana rasanya menjabat sebagai ketua UKMKHD UNAIR?
M : Asyik-asyik aja. Teman-teman pengurus juga bisa diajak bekerja sama.
W : Apakah UKMKHD berjalan dengan baik?
M : Astungkara, sangat baik. Para anggota selalu aktif dan antusias kalau ada kegiatan.
W : Selama ini, siapa saja yang mendukung kegiatan UKMKHD UNAIR?
M : Kami memiliki dua orang pembina dari dosen tetap UNAIR yang beragama Hindu. Pembina 1, Ibu Made Sukartini, dan Pembina 2, IGNA Satrya W. Kakak-kakak angkatan juga selalu membina kami. Terus, tentu saja dukungan besar datang dari anggota UKMKHD UNAIR. Lalu yang paling utama adalah dari Ida Sang Hyang Widhi. Oh ya, Rektorat dan UKM lain juga sangat mendukung kegiatan-kegiatan kami.
W : Kemarin kalian baru mengadakan U2 Cup. Bagaimana pelaksanaannya?
M : Dari segi panitia TOP. Teman-teman berkoordinasi dengan sangat baik. Dari segi peserta pun saya lihat sangat bersemangat. Untuk keseluruhan, kegiatan ini dapat dibilang sukses. Yang paling penting, tujuan kami mengadakan acara ini, yaitu menciptakan hubungan yang baik antar UKKH di Surabaya, dapat tercapai.
W : Ada hal yang harus dibenahi?
M : Pasti ada aja yang salah. Kalau kemarin, misscommunication yang paling sering terjadi. Namun kami senang karena teman-teman peserta juga memberi masukan. Semoga pelaksanaannya tahun depan bisa lebih baik.
W : Selain U2 Cup, apalagi program yang menjadi unggulan UKMKHD UNAIR?
M : Kami punya program kerja-program kerja unggulan. U2 Cup, Penerimaan Anggota Baru, Tirta Yatra, dan Baksos. Tahun ini saya juga memasukkan satu program kerja baru lagi yakni lomba kerohanian antar pelajar se-Surabaya dimana kami rencananya mengundang anak-anak SMP dan SMA serta teman-teman UKKH untuk berpartisipasi. Astungkara dapat terealisasi. Kendati pun di UNAIR sekarang ini sedang ada perombakan, yang menyebabkan masa kepengurusan semua organisasi di UNAIR diperpendek, saya percaya kepengurusan sekarang mampu melakukan itu semua.

About Global Warming
W : Dunia sedang khawatir dengan masalah global warming. Menurutmu, apa yang patut diperhatikan?
M : Kelakuan masyarakatnya. Bagaimana caranya menyadarkan masyarakat untuk ikut berperan walaupun cuma hal kecil.
W : Kalau kamu lihat, apa sudah ada usaha untuk itu?
M : Saya rasa sudah. Hanya saja prakteknya masih kurang. Saya lihat banyak billboard, iklan radio, dan spanduk tentang global warming dipublikasikan untuk memberi peringatan pada masyarakat. Pemerintah harus lebih tegas lagi dalam menindak kasus-kasus illegal logging dan hal-hal lain yang berhubungan dengan global warming.
W : Secara spesifik, apa yang dapat dilakukan mahasiswa dalam hal ini?
M : Bisa dimulai dari hal-hal kecil seperti buang sampah pada tempatnya, buat halaman rumah jadi adem, kan kita juga jadi adem, hehe.. Saling mengingatkan juga lah sesama teman masalah memelihara lingkungan.
W : Ok, makasi Miz. Terakhir, ada pesan buat pembaca?
M : Apa ya? Ayam paha 1, nasi, tempe, jangan lupa es tehnya, hehe.. Nggak, becanda. Yuk, kita lestarikan budaya Hindu dan menjaga hubungan baik antar sesama umat. Buat mahasiswa Hindu, ayo dong berkreativitas, hohoho... Suksma.

Biodata :
Nama Lengkap : Ida Ayu Agung Paramitaswari
Nama Panggilan : Mizae
TTL : Tabanan, 16 Juli 1988
Riwayat Pendidikan :
TK Saraswati Tabanan
SD Saraswati 5 Depasar
SMP N 1 Denpasar
SMA N 1 Denpasar
UNAIR Fakultas Ilmu Budaya Jurusan Sastra Inggris 2006
Pengalaman Organisasi :
OSIS SMA N 1 Denpasar
Bendahara Teater Angin
Swastika Taruna
Ketua UKMKHD UNAIR periode 2008
Hobby : Baca buku, travelling, dancing

Klik disini untuk melanjutkan »»

U2 Cup “Season II”


Ajang kompetisi antar mahasiswa Hindu yang diselenggarakan oleh UKMKHD UNAIR telah dilangsungkan. Acara ini memasuki penyelenggaraannya yang kedua (periode 2008) sehingga disebut ”U2 CUP SEASON II”.

Tepatnya pada tanggal 24-25 Mei 2008, U2 Cup ini diselenggarakan di auditorium kampus C, UNAIR. Peserta dari berbagai kalangan mahasiswa Hindu di Surabaya antusias mengikuti acara ini.

Tari Sekar Jagad, yang dibawakan oleh dua orang mahasiswi UNAIR yaitu Ni Putu Fitri Indriyani dan Ni Made Dwi Mara Widyani Nayaka, menjadi sajian pembuka di hari pertama. Indah dan gemulainya tari berciri khas adat Bali pun mulai terasa di awal acara ini.

Acara dilanjutkan dengan pertandingan futsal. Sorak sorai dari pendukung terasa terutama saat tim yang didukungnya berhasil mencetak gol. Suasana tegang bercampur senang campur menjadi satu. Hiruk pikuk pun terjadi saat tim yang didukung meraih kemenangan.

Hari kedua merupakan hari penentuan sekaligus hari terakhir U2 Cup season II. Sebagai informasi, UKMKHD UNAIR, yang notabene adalah tuan rumah, belum berhasil memenangi perlombaan futsal maupun akustiknya.

Hari terakhir U2 Cup season II ini ternyata membawa berkah bagi tim dari UKKH UWKS. Mereka berhasil memborong juara I dan II turnamen futsal. Posisi ketiga direbut oleh perkumpulan mahasiswa asrama Saraswati.

TPKH ITS pun tidak mau ketinggalan. Mereka meraih tripple kemenangan pada U2 Cup ini. Seolah-olah belum merasa puas telah berhasil menyabet juara I dan III pada perlombaan akustik, ITS kembali mengoleksi kemenangan tambahan dengan menjadi supporter terbaik U2 Cup. Juara II perlombaan akustik sendiri diraih oleh SKKH UHT.

Walau tidak semegah acara–acara besar yang sering kita lihat, tetapi makna yang kita peroleh dengan adanya acara ini dapat membantu mempererat rasa kebersamaan antar mahasiswa hindu di Surabaya ini sekaligus menyadarkan kita untuk menjaga budaya agar tetap lestari.(ayu)

Klik disini untuk melanjutkan »»

Virus Semangat Arek STIKOM


Cukup banyak pura di wilayah Jawa Timur yang belum rampung. Padahal pura merupakan hal yang mendasar dalam kegiatan keagamaan umat Hindu. Jadi, niat mulia para mahasiswa dari UKKH STIKOM, yang dituangkan dalam bentuk bakti sosial membangun pura, patut diapresiasi.

Baksos UKKH STIKOM 2008 yang memang merupakan agenda rutin ini dilangsungkan pada 9 – 10 Mei 2008. Total terdapat 39 orang yang mengikuti acara tersebut. Hebatnya, pesertanya tidak hanya didominasi oleh satu angkatan. Bercampurnya berbagai angkatan, mulai dari 2004 hingga 2007, seolah menunjukkan kekompakan yang terjalin erat antar anggota.

Pura yang menjadi target baksos arek-arek STIKOM adalah Pura Wiwara Dharma di Dusun Tenggong, Kelurahan Tangkil, Kecamatan Wlingi, Blitar. Dalam pemilihan pura, UKKH STIKOM juga bekerja sama dengan Puja, salah satu tokoh di WHDI, guna mencari pura yang sedang dalam proses membangun.

Kegiatan utama dari baksos yang diketuai oleh I Gede Abi Yodita ini adalah membantu pembangunan wantilan, dalam hal pembuatan pondasinya. Para mahasiswa bersama warga, menghabiskan hampir sepanjang hari pertama dengan menggali tanah dan mengangkut batu untuk pondasi wantilan. Sementara hari kedua atau hari terakhir kegiatan lebih banyak diisi sosialisasi dengan penduduk sekitar. Sempat pula diadakan Dharma Wacana yang dibawakan oleh Adi Suripto, seorang tokoh masyarakat disana.

Kegiatan positif ini disambut dengan sangat baik oleh penduduk sekitar. Hal ini diakui oleh Suripto di sela-sela acara. Ia menyampaikan terima kasihnya, mewakili umat Hindu disana. Menurut Suripto, kedatangan para mahasiswa dengan mengemban misi sosial ini menularkan semangat dan antusiasme yang besar bagi masyarakat Hindu di Dusun Tenggong. Apalagi dengan kondisi bahwa disana hanya terdapat kurang lebih 20 KK yang beragama Hindu. Wajar apabila mereka, yang sebagian besar mata pencahariannya adalah petani, menyambut hangat kedatangan rombongan mahasiswa UKKH STIKOM ini.

Hal itu pula yang agaknya membuat peserta baksos ini semakin antusias. De Gus, ketua UKKH STIKOM, melihat bahwa selain karena keindahan dan kesejukan suasana Dusun Tenggong, keramahan penduduk menjadi salah satu faktor utama yang membuat para anggotanya sangat bersemangat menjalani seluruh kegiatan baksos. Ke depan, ia mengharapkan kegiatan ini dapat selalu dilaksanakan tiap tahunnya, tentunya dengan persiapan yang lebih baik lagi, sebab kegiatan ini dirasa sangat bagus. Tidak hanya memberi bantuan ke pihak lain, namun juga membawa kepuasan bagi diri sendiri.(mei)

Klik disini untuk melanjutkan »»

Ajaran Cinta Kasih Dalam Tri Hita Karana

Tri Hita Karana berasal dari bahasa Sansekerta, dari kata tri+hita+karana yang masing-masing berarti tiga,sejahtera dan sebab. Bila dirangkai berarti tiga hal yang menyebabkan sejahtera. Hita karana berarti yang bermanfaat,yang sangat berguna. Kata yang berasal dari bahasa sansekerta ini juga menjadi kosakata dalam bahasa jawa kuno yang juga mengandung pengertian yang sama dengan bahasa asalnya. Dalam pengertian yang leksikal Tri Hita Karana mengandung pengertian tiga hubungan yang harmonis, yakni:
1.Hubungan antara manusia dengan Tuhan yang maha esa.
2.Hubungan antara manusia dengan sesama manusia.
3.Hubungan antara manusia dengan alam semesta dan makhluk lainnya.

Disebutkan dalam kitab suci Veda bahwa Tuhan menciptakan alam semesta dan segala isinya.Tuhan menempatkan planet bumi dan sorga diangkasa raya seperti digambarkan dalam kitab suci Veda:

Atharvaveda X.2.25
Brahman menciptakan bumi ini. Brahman menempatkan surga diatas sana, Brahmanlah yang menempatkan ini dikawasan/angkasa yang sangat luas di atas dan terbentang.

Atharvaveda XIII.3.1
Tuhan yang maha esa merupakan sumber kebahagiaan. Ia adalah maharaja dari segala yang brgerak dan tidak bergerak dialam semesta ini.

Kutipan mantra diatas menyatakan bahwa Tuhan sebagai pencipta alam semesta,pencipta bumi dan sorga di angkasa raya yang maha luas.

Agveda X.191.3
Wahai umat manusia,hendaklah pikiranmu sama. Bermusyawarahlah bersama. Hendaknya samalah gagasanmu,aku telah memberimu kesamaan dan kemudahan yang sama.

Agveda X.191.3
Wahai umat manusia. Semogalah kamu maju dengan niat-niat yang sama. Semoga hati dan pikiranmu satu sama lainnya,sehingga kamu dapat mengaturnya secara bersama.

Bila setiap orang dapat membina hubungan yang harmonis dengan Sang Maha pencipta,dengan mengikuti segenap ajarannya, maka sesungguhnya kan memancarkan kasih sayang kepada sesama manusia bahkan kepada segala Makhluk hidup.

Hubungan yang harmonis dengan alam semesta ciptaannya seperti bumi dan langit serta makhluk hidup lainnya merupakan sumber kebahagiaan. Untuk itu Tuhan menurunkan sabdanya:

Atharvaveda XII.1.1
Kebenaran yang agung, hukum alam yang tidak pernah dirubah,penyucian diri,pengendalian diri,pengetahuan dan pengorbanan yang menyangga bumi. Bumi senantiasa melindungi kita. Bumi menyediakan ruangan yang luas.

Atharvaveda II.10.1
Semoga langit dan bumi memberikan kamu keharmonisan dan kesejahteraan.

Atharvaveda XIX.9.7
Semogalah tidak ada yang menggangu dan mengotori bumi dan langit segera berakhir. semogalah planet surga memberikan kedamaian pada kita.

Atharvaveda XII.1.12
Bumi pertiwi adalah ibu kami dan kami adalah putra-putrinya.

Atharvaveda IX.10.12
Langit adalah ayah kami,pelindung dan asal kelahiran kami

Yayurveda XIX.77
Bumi adalah ibu kami dan langit adalah ayah kami

Yayurveda XIX.77
Jangan mengotori udara.

Bila kita perhatikan mantram-mantram tersebut diatas,jelaslah bahwa keharmonisan tidak hanya untuk sesama umat manusia, tetapi dengan segala ciptaannya, termasuk semua makhluk bumi pertiwi langit,para dewata, Tuhan dan sebagainya. Dengan demikian mantra diatas mengamatkan tiga kebahagiaan yang dipeoleh melalui hubungan yang harmonis atau keserasian yakni hubungan antara manusia dengan Tuhan yang maha esa(Brahmahita atau Devahita), hubungan antara manusia dengan sesama manusia(Manuuhahita), hubungan antara manusia dengan alam semesta dan makhluk lainnya(Bhutahita).

Klik disini untuk melanjutkan »»

Aliran Air Suci Jolotundo


Sebuah situs peninggalan peradaban Hindu pada masa lampau kembali Wiweka kunjungi. Kali ini adalah bangunan situs yang dikenal dengan Petirtaan Jolotundo. Petirtaan Jolotundo terletak di Desa Seloliman, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto. Untuk mencapai daerah yang terletak di kaki Gunung Penanggungan ini membutuhkan waktu kurang lebih dua jam perjalanan dari Surabaya.

Lokasi petirtaan ini merupakan sebuah pemandian yang dibuka untuk masyarakat umum. Secara ilmiah sumber mata air ini telah di uji di laboratorium, memiliki kualitas yang baik. Karena penasaran kami pun mencoba membuktikan kejernihan sumber mata air ini dengan cara memasukkannya ke dalam kemasan botol air mineral, ternyata hasilnya memang jernih, tidak berasa dan tidak berbau. Menurut Wibisana, salah seorang umat Hindu yang sering mengunjungi tempat ini, air Petirtaan Jolotundo ini sering digunakan sebagai air minum ataupun memasak oleh umat Hindu di daerah Sidoarjo.

Konon sumber mata air yang berasal dari Gunung Penanggungan ini memiliki nilai spiritual. Karena nilai spiritualnya, mata air petirtaan ini digunakan untuk tirtha amertha di Pura Margowening, Krembung. Umat Hindu di Krembung pada momen Nyepi juga melaksanakan upacara melasti di tempat ini.

Nilai spiritual Hindu cukup terasa di petirtaan ini, mulai bangunan petirtaan yang menghadap ke arah sang surya terbit hingga beberapa sisa dupa dan bunga yang menghiasi beberapa sudut lokasi petirtaan. Kolam pemandian di bagi menjadi dua, di utara khusus pria dan di selatan khusus wanita. Di beberapa sudut bangunan petirtaan terdapat beberapa pancuran air yang airnya terus mengalir. Suasana terasa lengkap karena di sekitar kolam pemandian terdapat kolam dangkal yang berisikan ikan yang ikut menghiasi tempat ini. Selain terdapat pancuran mata air dan kolam pemandian, di sisi utara dan barat kolam, nampak bongkahan batu situs berbagai ukuran telah dikumpulkan secara rapi dalam satu tempat khusus. Mestinya bongkahan batu tersebut merupakan bagian bangunan dari situs Petirtaan Jolotundo. Namun, karena belum diketahui bagaimana bentuk sebenarnya, maka proses rekonstruksi belum bisa dilakukan. Beberapa diantara bongkahan tersebut, nampak coba disusun membentuk suatu bagian bangunan.

Wiweka sempat berbincang dengan salah seorang warga Desa Seloliman yang kebetulan mengunjungi lokasi ini. Menurut beliau konon Petirtaan Jolotundo merupakan tempat pertapaan Prabu Airlangga. Di bagian atas sebelah timur petirtaan terdapat sebuah sanggar pamujan Makutoromo peninggalan Prabu Airlangga.

Hawa sejuk sangat terasa ketika kita berada di Petirtaan Jolotundo. Hal yang wajar karena lokasinya cukup tinggi, sekitar 525 meter di atas permukaan air laut. Daerahnya pun cukup rimbun, maka sangat layak tempat ini untuk kita kunjungi.(wis)

Klik disini untuk melanjutkan »»

Menang Bersama Orang Lain


Judul: 25 Ways to Win With People, Buatlah Orang Lain Merasa Sangat Berharga
Penulis: John C. Maxwell dan Les Parrot Ph.D.
Penerjemah: Catherine Konggiwinata
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: Kedua, Juni 2007
Tebal: 210 halaman + xviii



Sebagian besar tindakan dalam hidup Anda, Anda gunakan untuk menambah kualitas hidup Anda masing-masing tanpa menghiraukan orang lain. Namun tanpa disadari, orang lain di sekeliling Anda pun turut menyumbangkan bakat, kemampuan dan inspirasi mereka untuk menginspirasi apa yang akan Anda perbuat. Dalam rubrik resensi kali ini, Anda akan belajar bagaimana caranya menang bersama orang lain di sekitar Anda, yang dikupas habis oleh sebuah buku tulisan seorang pakar kepemimpinan dan motivator modern terbesar, John C. Maxwell dan rekannya Les Parrott, Ph.D. Bukunya berjudul “25 Ways to Win With People, Buatlah Orang Lain Merasa Berharga.”

Bab 1 buku ini menjelaskan bahwa kunci dari bagaimana cara Anda menang bersama orang lain adalah harus dimulai dari diri Anda sendiri. Disini dijelaskan bahwa Anda selaku individu tidak akan bisa memberikan apa yang tidak Anda miliki. Maksudnya adalah jika Anda ingin menolong orang lain, Anda harus memiliki sesuatu yang dapat menolong orang terlebih dahulu baru Anda dapat menolong orang tersebut.

Kemudian pada bab 2 dikisahkan bahwa jika Anda bertemu dengan seseorang, entah siapa orang tersebut, gunakanlah 30 detik pertama dalam percakapan untuk mengatakan sesuatu yang membesarkan hati lawan bicara. Dalam bab ini juga terdapat kata ”Penggosip adalah orang yang berbicara kepada Anda mengenai orang lain. Orang menjemukan adalah orang yang bercakap kepada Anda tentang dirinya sendiri. Dan ahli percakapan brilian adalah orang yang bercakap kepada Anda tentang diri Anda.” Kata–kata tersebut bukan sekedar bahasa gombal saja. Jika Anda praktekkan hal itu, hubungan Anda dengan orang-orang disekitar akan menjadi lebih baik.

Selain itu, Anda juga harus berani terjun langsung ke lapangan agar mengetahui keadaan di sekitar Anda tanpa ada kata takut, ragu, dan segan. Disini Anda tidak lagi memikirkan apa yang dibutuhkan (diluar kemampuan Anda) untuk dapat membantu orang lain, melainkan apa yang dapat Anda berikan untuk membantu orang lain dengan kemampuan yang Anda miliki. ”Jika Anda ingin kesenangan satu jam – tidurlah, jika Anda ingin kesenangan satu hari – pergilah memancing, jika Anda ingin kesenangan satu bulan – menikahlah, jika Anda ingin kesenangan satu tahun – warisilah nasib baik, jika Anda ingin kesenangan seumur hidup – tolonglah orang lain.” (bab 13) Namun tidak kalah penting lagi, jika Anda ingin menang dengan orang lain, Anda harus bisa mendengarkan hati Anda. Maksudnya adalah Anda disarankan lebih memperhatikan makna yang tersirat dari yang dikatakan bukan makna yang tersurat. (bab 15)

Secara garis besar, buku ini mengisahkan bahwa Anda tidak sendiri di dunia ini. Oleh karena itu, mari kita menang bersama dengan orang lain di sekitar kita. Buku ini menggunakan bahasa sederhana yang dikemas sedemikian rupa sehingga dapat dibaca oleh semua kalangan.

Untuk menang Anda tidak perlu mengalahkan siapapun, karena hanya dalam kamus kata lose muncul lebih dulu daripada kata win.(pdk)

Klik disini untuk melanjutkan »»

Matematika Abad 22

Persamaan 1
Manusia = makan + tidur + kerja + hura-hura
Keledai = makan + tidur
Maka,
Manusia = Keledai + kerja + hura-hura
Maka,
Manusia - hura-hura = Keledai + kerja
Maka,
Manusia yang tidak tahu hura-hura = Keledai yang bekerja / Kerja seperti Keledai

Persamaan 2
Pria = makan + tidur + cari duit
Keledai = makan + tidur
Maka,
Pria = Keledai + cari duit
Maka,
Pria - cari duit = Keledai
Maka,
Pria yang tidak tahu cari duit = Keledai

Persamaan 3
Wanita = makan + tidur + belanja & habisin duit
Keledai = makan + tidur
Maka,
Wanita = Keledai + belanja & habisin duit
Maka,
Wanita - belanja & habisin duit = Keledai
Maka,
Wanita yang tidak tahu belanja & habisin duit = Keledai

KESIMPULAN:
Dari Persamaan 2 dan Persamaan 3 :
Pria yang tidak tahu cari duit = Wanita yang tidak tahu belanja & habisin duit. Kata lain:
Pria cari duit AGAR wanita tidak menjadi Keledai! (Postulat 1)
Dan, Wanita belanja & habisin duit AGAR pria tidak menjadi Keledai ! (Postulat 2)
Jadi, kita sampai pada .....
Pria + Wanita = Keledai + cari duit + Keledai + belanja & habisin duit
Maka... dari Postulat 1 dan 2, kita dapat simpulkan :
Pria + Wanita = 2 Keledai yang hidup berbahagia selama-lamanya...!!!! BENAR???

Klik disini untuk melanjutkan »»

Belajar Hemat, Siapa Takut?

Isu global warming , seperti namanya, makin memanas saja. Ada yang percaya, ada yang menganggap itu cuma isu. Tapi bagaimanapun, sikap kurang ramah lingkungan memang harus diubah. Ada beberapa kebiasaan yang disadari atau tidak, turut berdampak buruk pada lingkungan. Hello, mengubahnya tidak sesulit ujian akhir semester kok. Simak beberapa tips berikut:
Hemat Kertas
1. Yang namanya mahasiswa pasti sering banget fotocopy, entah buku, tugas, dll. Kecuali ada ketentuan khusus, coba deh gunakan fasilitas fotocopy bolak-balik. Lumayan lho untuk menghemat kertas.
2. Kertas bekas juga bisa dimanfaatkan, baik untuk sekedar corat-coret ataupun nge-print hal-hal yang ga esensial, note misalnya.
3. Kumpulkan kertas-kertas yang dirasa tidak diperlukan lagi, lalu berikan ke pemulung. Bisa didaur ulang lagi lho.
4. Gunakan sapu tangan sebagai pengganti tisu.
Hemat Bahan Bakar
1. Gunakan sepeda atau berjalanlah untuk perjalanan dekat. Biar seger juga bro.
2. Matikan saja kendaraan apabila menunggu lebih dari 30 detik. Kasian bensinnya juga kali.
3. Hindari rem mendadak. Selain dituduh curi kesempatan, rem mendadak juga mengkonsumsi lebih banyak bahan bakar.
Lain-Lain
1. Matikan lampu, monitor, sampai stavolt kalau ga dipakai. Jangan biarkan mereka menyala dengan percuma.
2. Minimalisasi pemakaian energi pada beban puncak (17.00 – 22.00). Mandinya kalau ga jam 16.00, sekalian aja jam 24.00.
3. Kalau belanja sedikit, ngerental CD, atau minjem buku sementara kita bawa tas sendiri, ga usah minta tas plastik (kresek). Lumayan buat ngurangi permintaan kresek.
4. Duplikasi sistem! Makin banyak kamu ngajak teman melakukan hal ini, makin banyak manfaat yang kamu peroleh. Jadilah agen perubahan!
5. Yuk, mulai dari sekarang!(mei)

Klik disini untuk melanjutkan »»

Dibalik Wiweka

Oke, ini susunan "pejabat" di Buletin Wiweka..
Yah, biar kecil, tapi yang ngurus lumayan lengkap lho..
sampai ada debt collector pula.. jadi yang mau masang iklan, juga bisa.. hoho..
sesuai kata pepatah, tak kenal maka tak kayang..
so, here they are..

Pimpinan Umum
Made Mahardika

Ini nih yang punya gawean. Made Mahardika atau akrab dipanggil Saplar. Mantan Presidium Pimpinan Pusat KMHDI periode 2006-2008. Sekarang lagi bekerja di salah satu bank swasta Indonesia. Sebagai pimpinan umum, dia yang menjamin kelangsungan hidup Buletin Wiweka.






Pimpinan Redaksi
I Putu Meidy Hartawan

Yang ini PimRed. Masih berstatus mahasiswa di salah satu perguruan tinggi negeri di Surabaya. Di KMHDI, sampai saat ini masih menjabat sebagai Sekretaris Pimpina Daerah KMHDI Jawa Timur hingga akhir 2008 nanti. Gaweannya tu menyangkut segala isi materi yang muncul di Buletin Wiweka. Ia juga sesekali aktif menulis opini.





Redaksi
Putu Tantri Kumala Sari

Salah satu staf redaksi. Baru menyelesaikan pendidikannya di salah satau perguruan tinggi negeri di Surabaya. Sekarang sedang melanjutkan pendidikannya ke strata lanjutan. Dulu aktif di KMHDI sebagai Sekretaris Pimpinan Cabang Surabaya periode 2005-2007. Cewek pinter ini selalu mengisi kolom spiritual di Buletin Wiweka.




I Putu Wisnu Merthayoga

Menjabat sebagai redaksi juga. Kemarin baru saja terpilih sebagai Presidium Pimpinan Pusat KMHDI untuk periode 2008-2010. Saat ini masih berstatus mahasiswa di salah satu perguruan tinggi negeri Surabaya. Ia merelakan kamar kosnya menjadi tempat penggodokan Buletin Wiweka. Selain menyortir materi, ia juga acap menulis opini di Wiweka.





Editor
Made Windhu Mahendra


Pria jantan ini bertindak selaku editor. Sekarang sedang menempuh pendidikan di salah satu perguruan tinggi swasta di Surabaya. Aktif di KMHDI, terakhir sebagai Biro Umum Pimpinan Daerah KMHDI Jawa Timur periode 2004-2006. Kru inilah yang paling getol berkampanye menentang makan daging.







Reporter

I Putu Lisna Kurniawan

Orang paling cempreng namun cerdas di Wiweka ini memiliki spesialisasi di polling. Baru menyelesaikan pendidikannya di salah satu perguruan tinggi negeri Surabaya. Saat ini dia juga menjabat sebagai Ketua Departemen Penelitian dan Pengembangan Pimpinan Pusat KMHDI periode 2008-2010.




Ni Putu Ayu P.

Staf termuda di Wiweka. Cewek innocent yang paling manis ini masih berstatus mahasiswa di salah satu perguruan tinggi negeri di Surabaya. Memiliki semangat tinggi. Tugas utamanya adalah meliput berita-berita terutama yang terjadi di wilayah Surabaya. Di KMHDI saat ini dia menjabat sebagai Sekretaris Pimpinan Cabang KMHDI Surabaya periode 2007-2009.




Layout
Nyoman Sunartha

Ini yang menghadirkan tatanan layout di Wiweka. Salah satu karyanya yang langsung dapat terlihat adalah desain lambang Wiweka. Telah menyelesaikan pendidikannya di salah satu perguruan tinggi di Surabaya. Di KMHDI, ia pernah menjabat sebagai Ketua Bidang Dana Usaha Pimpinan Cabang KMHDI Surabaya periode 2005-2007.









Marketing
Ika Kusuma Dewi

Cewek yang akan segera melepas masa lajangnya ini bertanggung jawab pada bidang pemasaran sekaligus dalam pengaturan keuangan Wiweka. Sangat ketat dalam urusan uang, sampai-sampai muncul istilah "kalau ketemu mbak Ika pasti ada aja tagihannya." Dulu sempat menjabat sebagai Bendahara Pimpinan Cabang KMHDI Surabaya periode 2005-2007. Telah menyelesaikan pendidikan di salah satu perguruan tinggi di Surabaya.



Gede Putra Sanjaya

Di marketing, cowok ini spesialisasinya di pendistribusian. Kerjaannya krusial karena menyangkut kelangsungan hidup Wiweka pula. Tapi paling tidak, hal itu cocok dengan disiplin ilmu yang ditekuninya. Telah menyelesaikan pendidikannya di salah satu perguruan tinggi negeri di Surabaya. Saat ini ia juga menjabat di Departeman Organisasi Pimpinan Pusat KMHDI periode 2008-2010.

Klik disini untuk melanjutkan »»

Kebangkitan yang Belum Bangkit

Sejak reformasi tahun 1998, kondisi bangsa dan negara Indonesia memberikan harapan baru. Masyarakat mulai membuka berbagai keran-keran demokrasi, ekonomi, politik, sosial, budaya dengan bebas tanpa adanya kekangan. Hal ini dapat dimaklumi lantaran rezim sebelumnya tidak memberikan kesempatan untuk melakukan ekspresi dan aktualisasi baik dalam politik, ekonomi maupun budaya.

Upaya reformasi disegala sendi kehidupan berbangsa dan bernegara tersebut tentu saja ada sebuah landasan semangat. Rasa nasionalisme dan kecintaan kepada tanah air tumbuh dari berbagai tantangan baik dari penjajahan maupun dari segi politik, ekonomi, budaya, dan sebagainya yang terus memberikan tekanan kepada masyarakat.

Dibidang ekonomi, tekanan dan nasionalisme itu tumbuh dari berbagai kenyataan bahwa sebagian dan hampir aset ekonomi vital bangsa dikuasai oleh asing. Berbagai upaya penghentian eksploitasi ekonomi asing pun dilakukan. Harus diakui bahwa fenomena ini cenderung mempengaruhi aspek kehidupan lainnya. Misalnya saja kebijakan harga kebutuhan pangan yang berpengaruh pada budaya masyarakat dan sebagainya.

Apatisme masyarakat yang mengarah pada perubahan budaya juga menjadi semangat dalam penguatan nasionalisme. Reaksi ini bisa kita lihat dari adanya pengakuan-pengakuan oleh negara lainnya akan budaya dan nilai-nilai sejarah bangsa. Adanya kejadian ini juga menyulut berbagai elemen untuk membangkitkan semangat kecintaan kepada budaya Indonesia. Berbagai kalangan siap turun untuk membela Indonesia bahkan menuntut pemerintah untuk bersikap tegas.

Namun apakah semua pembelaan terhadap ke-Indonesia-an itu merupakan wujud nasionalisme? Tantangan ada pada diri bangsa dan negara Indonesia. Nilai-nilai nasionalisme harus juga disadari mulai luntur akibat masyarakat Indonesia itu sendiri. Misalnya saja semangat primordialisme, kesukuan, sektarian justru cenderung menguat dalam lapisan masyarakat. Misalnya saja dalam hiruk pikuk pemilihan kepala daerah. Arus balik nasionalisme mulai tampak dari pendekatan-pendekatan dalam penentuan calon kepala daerah. Tim sukses hingga elit politik sering mengeksploitasi sentimen primordialisme tersebut. Fanatisme kelompok semakin mengkristal dan sering kali mengalahkan sentimen kebangsaan.

Eksploitasi semangat kedaerahan maupun sektarian berlebihan dalam rangka power building tentu menjadi ancaman bagi kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia – NKRI. Karena hal itu akan memupuk disintegrasi bangsa dan perpecahan sesama anak bangsa. Semangat toleransi dalam kebhinnekaan menuju tunggal ika dalam berbangsa dan bernegara mulai melemah.

Apa yang Membangkitkan?
Apakah ini gejala menurunnya nasionalisme? Lantas apa makna kebangkitan nasional tersebut? Pertanyaan itu mulai muncul dengan fenomena-fenomena yang muncul hari ini. Kebangkitan nasional yang ditandai berdirinya organisasi Boedhi Oetomo pada 20 Mei 1908 menjadi momentum untuk memulai kehidupan berbangsa dan bernegara kala itu.

Nilai kebangkitan nasional itu tentu terkait dengan perjuangan untuk menanamkan nilai-nilai nasionalisme dan pembangunan bangsa Indonesia. Perjuangan secara holistik diharapkan dapat memberdayakan seluruh potensi untuk mencapai kemerdekaan. Berbicara kebangkitan, tentu kita ingin sebuah semangat untuk mencapai masyarakat yang diidam-idamkan (imagined society).

Adanya rasa seperjuangan itu kemudian melandasi nilai nasionalisme tumbuh dalam setiap jiwa masyarakat. Apalagi momentum itu mampu membangkitkan semangat walau sebelumnya sudah ada beberapa organisasi seperti Syarikat Dagang Islam pada tahun 1905. Namun kekuatan semangat dan perjuangan yang membangkitkan segenap komponen belum dilakukan.

Kondisi masa lalu tersebut tentu masih menjiwai semangat kebangkitan hari ini. Berbagai upaya coba dilakukan oleh elit politik dan pemimpin bangsa untuk kembali meneguhkan ruh dari semangat kebangkitan nasional tersebut. Entah hanya untuk sekedar untuk pencitraan dalam rangka pemilihan umum atau memang untuk menemukan kekuatan dari ruh kebangkitan nasional tersebut.

Menemukan Kembali Kebangkitan
Kekuatan untuk membangkitkan semangat itu tentu membutuhkan infrastruktur dan perjuangan yang sama. Kondisi hari ini menandakan perjuangan yang terbesar adalah perjuangan yang bisa dikatakan melawan diri sendiri, bangsa Indonesia. Melawan kekuatan yang meruntuhkan moral dan melemahkan sendi-sendi keanekaragaman. Sebut saja korupsi. Apakah tahun ini bisa dikatakan kebangkitan melawan korupsi? Ada harapan seperti itu pasca dan mulai terungkapnya berbagai tindak korupsi di tubuh eksekutif, legislatif hingga yudikatif di negara kita yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Melihat berbagai runutan peristiwa kebangsaan, rasanya kita belum bangkit. Masih banyak hal-hal yang belum membuat kita bangkit. Kemiskinan, pendidikan, kelaparan dan sebagainya. Rasanya tidak pernah lepas dari sajian media. Kebangkitan ini belum benar-benar dirasakan oleh warga masyarakat.

Hingga sekarang kita belum juga bisa menuntaskan berbagai fenomena yang sangat menyulitkan warga. Sebagai contoh, masih adanya ketidakpuasan warga yang ditunjukkan dengan aksi hingga demontrasi dijalanan. Bahkan kebhinnekaan pun mulai terusik dengan adanya kelompok-kelompok yang tidak menghendaki perbedaan di Indonesia.
Dari sudut ekonomi, sosial politik menuju ranah agama sering menjadi benturan dalam masyarakat Indonesia. Dulu persatuan yang dikehendaki adalah unity atau kesatuan. Namun sekarang sudah ditafsirkan sempit menjadi uniformity (keseragaman). Ini menunjukan adanya perubahan sosial yang mulai melupakan jati diri masa lalu yang telah membentuk bangsa ini, Bhinneka Tunggal Ika.

Indonesia, dulu, kini dan yang akan datang perlu terus mawas diri menemukan arti kebangkitan itu. Semangat dan revitalisasi nasionalisme ini menjadi penting dalam mengawal proses demokrasi dalam negara hukum dan untuk mencapai keadilan masyarakat Indonesia. Dalam Weda – Atharwa Weda XII.1.46 juga ditegaskan, Bekerjalah untuk tanah air dan bangsamu dengan berbagai cara. Hormatilah cita-cita bangsamu. Ibu Pertiwi sebagai sumber mengalirnya sungai kemakmuran dengan ratusan cabang. Hormatilah tanah airmu seperti kamu memuja Tuhan. Dari jaman abadi Ibu Pertiwi memberikan kehidupan kepadamu semua, karena itu engkau berhutang kepada-Nya. Untuk itu menjadi penting bagi umat Hindu sebagai bagian dari bangsa Indonesia untuk mencintai tanah airnya sehingga benar-benar menemukan arti kebangkitan itu. Bangkit dari kemiskinan, bangkit dari keterbelakangan.

I Wayan Sudane
Presidium KMHDI

Klik disini untuk melanjutkan »»

Bangkit Indonesiaku, Bangkit Indonesiamu

Ketika mendengar kata bangkit maka yang ada dalam pikiran kita adalah suatu hal yang muncul kearah yang positif dari keterpurukannya atau kondisi stagnan yang diam, seperti halnya kalimat ini “Mak Lampir bangkit dari tidurnya” yang artinya seseorang yang bernama Mak Lampir terbangun dari kondisi tidurnya.

Sama halnya dengan bangsa ini yang pada tanggl 20 Mei 2008 akan memperingati Hari Kebangkitan Nasional. Tahukah anda mengapa tanggal itu dipakai sebagai hari peringatannya? Lalu mengapa kita sebagai Bangsa Indonesia harus merayakannya? Mari kita simak jawabannya.

Sekitar seratus tahun yang lalu tepatnya pada tanggal 20 Mei 1908 berdirilah sebuah organisasi bernama Boedhi Oetomo yang didirikan Dr.Soetomo beserta para pelajar STOVIA(sekolah dokter). Organisasi ini awalnya bergerak dalam dunia pendidikan lalu berkembang dan bergerak di bidang politik. Organisasi ini banyak melakukan perjuangan dalam usaha memerdekakan bangsa Indonesia. Selain itu, Dr. Soetomo sebagai pendirinya juga banyak mengeluarkan tulisan-tulisannya sebagai propaganda untuk menumbuhkan rasa nasionalisme dan keinginan untuk terus berjuang memerdekakan bangsa ini kepada masyarakat kala itu.

Melihat latar belakang peringatan Kebangkitan Nasional yang akan menginjak ke-100 tahun ini, dapat kita jadikan sebuah motivasi menumbuhkan rasa nasionalisme yang mungkin sudah mulai luntur terkikis oleh arus globalisasi pada sebagian anak bangsa. Apa parameternya? Tanya pada diri anda! Seberapa serius jiwa dan raga Anda dalam memperingati Hari Kemerdekaan? Seberapa hormat jiwa dan raga anda kepada Pancasila dan Sang Saka Merah Putih? Seberapa lantang suara dan hati anda menyanyikan lagu Indonesia Raya? Padahal coba kita lihat beberapa negara maju sebagai contoh Jepang dan Amerika Serikat. Mereka sangat menghormati simbol-simbol negara yang mereka miliki. Kita lihat Inggris sampai menetapkan lagu kebangsaan “God Save The Queen”. Sebegitu besar penghargaan mereka terhadap simbol di negaranya. Maka tidak ada alasan bagi kita Bangsa Indonesia untuk tidak melakukan hal yang sama.

Melihat kondisi bangsa saat ini, rasa nasionalisme tidak hanya cukup seperti beberapa hal diatas. Seberapa peduli anda terhadap segala masalah yang membelit bangsa ini seperti KKN, kerusuhan, hutang moneter yang terus menumpuk dan harus dibayar oleh anak cucu kita?

Tunjukkan rasa nasionalisme anda dengan melakukan hal kecil sekalipun contohnya stop korupsi. Lihat saja kasus anggota DPR RI yang terpergok menerima dana gelap mengakibatkan hilangnya suatu habitat hutan mangroove di kawasan Riau. Mungkin ini hanya contoh kecil, namun berawal dari sikap seperti inilah bangsa yang kaya ini nyaris di cap sebagai negara yang miskin.

Pengaruh arus globalisasi sudah semakin nyata, semakin banyaknya barang dan jasa yang bersumber dari luar negeri yang semakin nyaman kita pakai. Sebagai contoh kecil, kita sebagai umat hindu dalam membuat pajegan, berlomba lomba mempercantiknya dengan buah-buah impor (pear newzeland, apel merah thailand, atau pisang cavendish). Pernahkah berpikir bahwa itulah yang akan mematikan para petani lokal, ketika danghyang nirartha membangun hindu di bali salah satu tujuan beliau menerapkan upakara mebanten dan mejejaitan di bali adalah untuk pemerataan perputaran ekonomi masyarakat. Dengan memakai barang impor maka perputaran ekonomi pun tidak akan terjadi, dan makin terpuruklah bangsa ini.

MERDEKA...!!!!(merdeka dari penjajahan ekonomi)

I Putu Wisnu Merthayoga
Ketua PC KMHDI Surabaya
Periode 2005/2007

Klik disini untuk melanjutkan »»

Kenyamanan yang Menyesatkan

Mungkin judul diatas terdengar sedikit aneh atau bahkan sangat aneh. Disaat setiap orang berlomba-lomba untuk mencari yang namanya kenyamanan, disini kenyamanan malah dibilang sesuatu yang menyesatkan. Tapi jangan berburuk sangka dulu. Kenyamanan yang dimaksudkan disini bukanlah kenyaman yang identik dengan rileks. Namun lebih ditekankan pada kenyamanan pada proses-proses, alur atau suatu norma-norma yang sudah terkesan lumrah dan berlaku di masyarakat. Kenyamanan disini lebih mengacu pada buku yang ditulis oleh Edward De Bono, Berpikir Lateral, yang mengidentikkannya dengan keterbukaan. Keterbukaan itu seperti jalur-jalur utama yang sudah dibukakan atau dibuat oleh orang lain dan kita merasa nyaman dengan jalur-jalur itu sehingga menghindarkan kita untuk berpikir atau membuat jalur-jalur baru.

Sebagai ilustrasi, berikut ini adalah sebuah peta suatu tempat yang sering kita kunjungi setiap hari Minggu, Purnama atau Tilem bagi yang religius.


Bagi kawan-kawan yang sering sembahyang ke Pura Segara Surabaya, khususnya yang datang dari arah barat menuju pura yang terletak di ujung utara (lihat Gambar 1). Ada dua jalan alternatif dari Jalan Kenjeran. Pertama lewat jalur utama yang sering dilewati yaitu lewat pom bensin, belok kiri, lewat kantor pos, kemudian belok kanan dan terus saja lurus menuju pura. Alternatifnya adalah dengan melewati perumahan Gading Pantai yang langsung tembus di samping gereja. Dulu sebelum saya tahu jalur kedua, saya selalu melewati jalur pertama karena saya sendiri tidak pernah berusaha mencari jalan yang lebih pendek. Ditambah lagi, saya tidak tahu bahwa ada jalur lebih pendek plus saya sendiri sudah merasa nyaman dengan jalur ini. Mungkin seandainya tahu lebih awal, saya akan coba cari-cari. Padahal saya sering lewat di depan jalan Gading Pantai ini tetapi tidak pernah saya jelajahi karena memang tidak ada alasan untuk itu. Seandainya saya lebih awal menjelajahinya, itu akan menyingkat banyak waktu. Saya mengetahui jalan ini secara terpaksa ketika kebetulan suatu hari jalan di depan kantor pos ditutup dan semua kendaraan dari arah Kenjeran diarahkan menuju jalan Gading Pantai ini. Akhirnya.....

Cerita diatas bisa dijadikan pengantar tentang tulisan ini. Petunjuk-petunjuk semula yang kita peroleh (lewat jalur pertama) menjadi suatu pakem utama, merupakan jalur klise yang sangat kita kenal, dan merupakan petunjuk yang paling mudah dan nyaman. Sehingga kita tidak pernah merasa perlu menyimpang dari hal ini. Inilah yang saya maksudkan bagaimana kenyamanan menutupi otak kita untuk berpikir mencari alternatif lain dari berbagai persoalan karena merasa alternatif yang ada sudah cukup dan bisa untuk menyelesaikannnya (mencapai tujuan).
Ada tiga jalur yang cukup menarik untuk diamati pada gambar di bawah ini.

Mungkin ada yang beranggapan bahwa Jalur 1 dan 2 merupakan jalur sulit, karena terdapat halangan untuk maju. Tapi sebenarnya, dalam penerapan kita untuk pola berpikir, Jalur 3 lah yang paling berbahaya. Rintangan yang ada pada Jalur 1 dan 2 sudah dapat kita ketahui dengan jelas sehingga kita harus berpikir mencari alternatif lain. Sedangkan Jalur 3 merupakan jalur yang paling berbahaya yang memicu ilusi kenyamanan. Kita akan menjadi malas berpikir karena jalur yang terbentang di depan kita sudah terasa nyaman dan kita menutup diri untuk mencari jalur lain yang mungkin lebih baik. Intinya, terhalang oleh kenyamanan adalah kita tidak dapat petunjuk mengenai letak rintangan ini. Rintangan ini bisa teletak di sepanjang jalur yang tampak mulus seperti Jalur 3.

Lanjut ke Gambar 3, agar tidak bosan dengan tulisan terus.


Katakanlah kita disuruh menyusun kepingan seperti gambar diatas menjadi bentuk yang sederhana. Mungkin untuk susunan pertama, kita akan dengan mudah menyelesaikannya. Permasalahan bertambah rumit pada soal kedua, dimana kita harus memasukkan bangunan kedua kedalam bentuk segiempat yang sudah kita bentuk dengan tiga bangunan, namun tetap mendapatkan bentuk yang sederhana. Bentuk awal, dimana sebuah segiempat kecil yang melekat di sudut bangunan besar, telah memberikan suatu bentuk dasar yang kuat di pikiran kita. Kita biasanya enggan merombak bentuk dasar yang sudah ada karena menganggap itu merupakan pola atau susunan yang sudah benar dan baku. Sehingga ketika kita harus memasukkan bentuk yang baru, kita akan kesulitan dan pusing sendiri. Ternyata, untuk tetap mendapatkan bentuk sederhana dengan menyertakan bangunan yang baru, kita harus merombak tatanan awal. Dengan itu, bangunan baru teerrsebut baru dapat masuk.

Mungkin ini juga bisa menjadi ilustrasi bagi ketua dan jajaran pengurus suatu organisasi dalam menjalankan kepengurusannya dan membentuk suatu program kerja. Ketika kita menerima tongkat estafet dari suatu kepengurusan organisasi, jangan terpaku bahwa apa yang diwariskan kepada kita merupakan hal yang sudah baku. Kita bisa merombak tatanan organisasi agar hal-hal baru tetap bisa kita adopsi sesuai perkembangan dan kebutuhan tanpa merubah bentuk organisasi secara total. Seperti gambar diatas, bentuknya tetap kotak, kendati ada sedikit perubahan susunan di dalamnya. Mungkin di suatu organisasi semisal UKKH, kita sudah biasa menerima warisan kegiatan seperti bakti sosial dan tirta yatra, tetapi jangan terpaku menerima itu saja. Tanyakan apakah itu sudah cukup dan dapat mengakomodasi kebutuhan mahasiswa sekarang! Jika tidak, masukkan suatu kegiatan baru sehingga kegiatan organisasi tidak monoton dari waktu ke waktu. Ini mungkin bisa diterapkan untuk menghindari halangan dari kenyamanan di suatu organisasi, dimana warisan-warisan dari kepengurusan lalu sepertinya sudah bagaikan jalur baypas sehingga kita hanya tinggal meneruskan.
OK, sekian dulu. Mudah-mudahan bisa ada lagi untuk edisi-edisi berikutnya. Sebagai pesan penutup, proses terhalang oleh kenyamanan adalah sangat umum dalam pemikiran. Namun kedepannya, kita harus dapat sedikit demi sedikit mengikis bahwa pola berpikir seperti itu, yang mengganggap sesuatu atau cara–cara yang sudah berlaku secara umum, sudah memadai atau paling baik. Tetaplah mencari dan mencari, siapa tahu ada alternatif jalan lain menuju pura di Kenjeran selain dua jalan yang disebutkan pada awal tulisan ini. Ntar kasi tau ya...

I Putu Lisna Kurniawan
Ketua Harian TPKH ITS 2006/2007

Klik disini untuk melanjutkan »»

Indonesia di Mata Mahasiswa Hindu Surabaya

Nasionalisme merupakan sesuatu yang luas. Didalamnya termasuk kebanggaan pada bangsa dan negara. Hasil polling berikut merupakan sedikit gambaran pandangan mahasiswa Hindu yang kuliah di Surabaya tentang nasionalisme.

Secara keseluruhan, yang dibanggakan mahasiswa Hindu di Surabaya dari Indonesia adalah keanekaragaman budayanya. Sebanyak 76 % responden setuju dengan hal ini. Mudah-mudahan keanekaragaman budaya ini tidak menyebabkan fanatik sempit. Seperti yang dikemukakan oleh I Made Hesta Dipradara yang saat ini kuliah di Akuntansi Unair semester IV. Hesta mengatakan keragaman budaya justru menjadi penyebab ambruknya bangsa Indonesia karena hal itu tidak disertai dengan toleransi dan saling menghargai.

Responden wanita sepertinya lebih bangga pada Indonesia dibandingkan dengan responden pria. Ini dapat dilihat dari grafik 1. Secara umum, persentase pada pilihan yang ada lebih tinggi.
Grafik 2 menunjukkan hampir semua pilihan yang ada disetujui oleh mahasiswa Hindu di Surabaya. KKN merupakan hal yang paling tidak disukai, baik oleh pria maupun wanita. Yang menarik disini, selain empat pilihan yang diberikan, masih banyak hal-hal lain yang tidak disukai dari Indonesia. Antara lain seperti yang dikatakan I G.N. Putra Dharma Kusuma. Ia sangat tidak suka dengan gampangnya pembajakan segala jenis barang di Indonesia. Fotocopy buku juga termasuk lho.. Menyedihkan sekali sepertinya.

Mudah-mudahan generasi muda sekarang dapat memperbaiki keadaan sehingga Indonesia tidak identik lagi dengan KKN, displin yang rendah, dan lain-lain.

Mahasiswa Hindu di Surabaya berharap pemerintah lebih memajukan sektor pendidikan. Ini terlihat dari 69 % responden yang menyatakan sektor pendidikan perlu mendapatkan prioritas. Berbagai alasan muncul. A.A Lanang Oka mengatakan pendidikan merupakan tulang punggung dari segala sektor. Jadi, jika sektor pendidikan sudah baik, sektor-sektor lain tentu juga akan mengikuti, imbuh mahasiswa semester II Teknik Perkapalan ITS ini. Beda lagi alasan yang dikemukakan oleh I Putu Wisnu Merthayoga, mahasiswa Teknik Elektro ITS. Dengan alasan yang lebih mirip slogan atau peribahasa, Wisnu mengatakan bangsa yang besar adalah bangsa yang dibangun dengan orang yang berpendidikan. Benar gak ya?

Pendapat berbeda dikemukakan oleh Intan yang saat ini duduk di semester II Teknik Kimia ITS. Intan mengatakan, ”Sektor ekonomilah yang perlu mendapatkan prioritas karena jika masyarakat banyak berada dibawah garis kemiskinan, maka sektor yang lain akan sulit terpenuhi.” Ini sangat berbeda dengan yang dikemukan oleh Lanang sebelumnya. Mana yang benar, semua berada di tangan pemerintah yang memegang kebijakan.

Dalam kehidupan bernegara, responden beranggapan bahwa kaum muda Hindu sudah mengambil peran walaupun ada 12 % responden yang mengatakan bahwa kaum muda Hindu tidak atau belum berperan. Ini bisa menjadi cermin untuk diri sendiri dan bertanya apakah saya sudah mengambil peran dalam kehidupan bernegara dan sejauh mana peran yang sudah saya ambil.

Peran lebih pemuda Hindu, menurut responden, seharusnya pada sektor pendidikan dan sosial. Salah satu alasannya ialah pengetahuan dan kemampuan bersosialisasi yang baik adalah modal utama untuk kondisi yang lebih baik. Alasan tersebut diungkapkan oleh Paramitaswari yang duduk di semester IV Sastra

Sangat disayangkan bidang politik dan ekonomi kurang mendapat perhatian. Padahal peran pemuda Hindu dalam sektor ini masih sangat kurang. Seharusnya peran pemuda Hindu tidak hanya berkutat di sektor sosial dan pendidikan. Saatnya pemuda Hindu mengambil peran lebih pada sektor politik dan ekonomi.

Dilihat dari keaktifan responden untuk bergabung di organisasi yang berbasis non keagamaan, tenyata terdapat proporsi yang sama antara yang aktif dan yang tidak yaitu masing-masing 45 %. Namun ada 10 % responden yang tidak bisa menilai dirinya sendiri, apakah masuk golongan yang aktif atau tidak. Gimana ne, masak gak bisa nilai diri sendiri?

Seharusnya mahasiswa Hindu lebih aktif di organisasi non Hindu. Hal itu berguna untuk menambah wawasan dan lebih bisa mengenal karakter orang lain. Ini seperti dikatakan I Made Abdi Gunawan, yang saat ini kuliah di Farmasi Unair semester VII.

Keaktifan di organisasi non Hindu juga penting untuk menunjukkan eksistensi pemuda Hindu diantara umat lain selain untuk menghindari kesan pemuda Hindu mengeksklusifkan diri. Namun ada juga beberapa mahasiswa Hindu yang tidak ingin bergabung dengan alasan sibuk kuliah. seperti yang dialami I Gusti Agung Ariswanda yang saat ini duduk di semester VI Fakultas Kedokteran UWKS.

Kedepannya pemuda Hindu harus mengambil peran lebih di semua bidang, karena kita juga merupakan elemen dari bangsa Indonesia. Sebagai warga negara yang baik, pemuda Hindu harus berperan aktif dalam pembangunan. Pemuda Hindu diharapkan tidak hanya bisa menuntut pemerintah namun juga dapat memberikan solusi dan kontribusi kongkrit.(lis)

Klik disini untuk melanjutkan »»

Pemuda Sebagai Penjaga Budaya


Kuliah boleh di teknik. Namun jiwa seni yang dimiliki I Made Indra Wijaya tetap mengalir. Lihat saja dari hobinya yang lekat dengan dunia desain dan fotografi, seni banget kan? Pantaslah kalau pria yang akrab disapa Indro oleh rekan-rekannya, juga mengetuai Divisi Artwork di Himpunan Mahasiswa Teknik Elektro ITS, tempatnya berkuliah sejak tiga tahun yang lalu.

Kecintaannya pada tanah kelahirannya juga patut dicontoh. Salah satunya ditunjukkan melalui pengabdiannya di organisasi Keluarga Pelajar dan Mahasiswa Bali Swastika Taruna yang sangat kental dengan budaya Bali. Tak tanggung-tanggung, pria brewok ini sekarang menjabat sebagai Ketua Swastika Taruna periode 2007-2008. Melalui organisasi ini, ia ingin membangkitkan geliat budaya Bali di luar Bali dengan merangkul komponen pelajar dan mahasiswa.

Momen 100 tahun kebangkitan nasional juga tak luput dari perhatiannya lho. Malah ia punya kritik khusus bagi pemuda Bali yang dirasanya belum memaknai betul arti kebangkitan nasional tersebut. Apa itu? Simak petikan wawancara eksklusif Wiweka berikut ini.

W(iweka) : Apa yang memotivasi Anda menjadi Ketua Swastika?
I(ndra) : Untuk mengembangkan diri di kancah organisasi dan membesarkan Swatika Taruna. Saya rasa organisasi ini belum banyak dikenal oleh masyarakat luas. Masih banyak rekan-rekan saya yang bertanya apa itu Swastika Taruna. Saya ingin membuatnya lebih populer sebab saya lihat organisasi ini sebenarnya sangat bagus.
W : Bagaimana rasanya setelah terjun langsung di organisasi ini sebagai ketua?
I : Berat, itu pasti. Tapi saya menganggap ini adalah salah satu proses pembelajaran. Saya percaya bahwa dengan menjalani ini, saya akan menjadi lebih matang lagi.
W : Seberapa berbedakah organisasi ini dengan organisasi lain yang pernah Anda ikuti?
I : Berbeda tentu saja. Swastika Taruna ini menitikberatkan pada ikatan kekeluargaan, bukan pada ikatan kerja. Dalam artian, pengikat kami disini adalah hubungan secara emosional dengan Bali, jadi dalam organisasi lebih banyak dilakukan pendekatan-pendekatan yang bersifat kekeluargaan.
W : Bagaimana Anda melihat kinerja kepengurusan Anda?
I : Sampai saat ini masih cukup baik. Saya dapat simpulkan itu dari intensitas kedatangan mereka, baik saat rapat maupun kegiatan. Kerja sama sudah mulai terjalin cukup baik antar pengurus.
W : Dukungan dari anggota dan organisasi lainnya bagaimana?
I : Mereka sangat mendukung. Hal ini terlihat dari kedatangan dan partisipasi mereka dalam acara-acara yang digelar oleh Swastika Taruna. Saya harapkan ke depannya hal itu akan bertahan.
W : Apa fokus Anda selama setahun kepengurusan Anda?
I : Saya berencana untuk membangun Swastika Taruna ini dari dasar. Fondasi organisasi ini harus kuat. Maksudnya, struktur-struktur yang ada harus jelas. Kita tidak lagi bisa menjalankan suatu organisasi tanpa kejelasan struktur. Sebelumnya, saya melihat hal ini tidak mendapat perhatian khusus. Ke depannya saya akan coba garap hal tersebut.
W : Latihan beleganjur merupakan langkah revolusioner. Bagaimana Anda melihat prospeknya?
I : Bagus, sangat bagus. Kegiatan ini sebenarnya bermula dari diskusi dengan teman-teman di UKKH Surabaya. Kami merasa sayang melihat sarana gong yang ada di Pura Kenjeran tidak digunakan secara maksimal. Dari situ muncul wacana untuk mengadakan latihan beleganjur bagi mahasiswa dan pelajar. Saya sempat mengadakan survey secara informal dan ternyata respon mereka cukup positif. Apalagi kami juga mendapat dukungan dari sisi pelatih. Kegiatan pertama kemarin berlangsung sukses dan saya pikir kegiatan ini akan saya lanjutkan terus karena peminatnya sendiri cukup banyak.
W : Anda punya terobosan-terobosan lain?
I : Untuk waktu dekat ini, kami akan mencoba konsep bazar gabungan dengan organisasi lain, seperti PC KMHDI Surabaya. Sementara itu, program kerja yang dilaksanakan oleh kepengurusan sebelumnya masih akan kami jalankan, seperti Swastika Cup dan Gebyar Swastika.
W : Swastika selalu mengklaim sebagai organisasi berbasis budaya, yang menembus batas agama. Menurut Anda, apakah organisasi ini sudah mampu menjalankan perannya tersebut?
I : Sebenarnya hal tersebut sangat susah. Swastika Taruna adalah organisasi yang berbasis budaya Bali. Sementara kita semua tahu kalau budaya Bali sendiri sangat terikat dengan agama Hindu. Jadi hal ini cukup menjadi semacam halangan bagi kami untuk menarik beberapa teman dari Bali yang non-Hindu.
W : Adakah upaya untuk lebih merangkul pelajar ataupun mahasiswa Bali yang beragama non-Hindu?
I : Upaya tersebut sudah dan akan terus kami usahakan. Secara informal, kami akan dekati mereka. Misalnya dalam beberapa acara Swastika Taruna, kami sering mengundang beberapa teman walaupun tidak secara resmi.

Kebangkitan Nasional
W : Indonesia merayakan 100 tahun kebangkitan nasional pada tahun ini. Seperti apa Anda lihat dampak dari peristiwa tersebut bagi Indonesia sejauh ini?
I : Terdapat sedikit perbedaan kalau saya bagi menjadi jaman dulu dan jaman sekarang. Dulu, dengan lahirnya Budi Utomo, benar-benar muncul dampak bagi perjuangan bangsa Indonesia. Timbul semangat baru, utamanya di kalangan pemuda, dalam merebut kemerdekaan dengan jalan selain adu fisik. Seiring berjalannya waktu, muncul juga banyak organisasi yang kemudian memunculkan banyak tokoh-tokoh yang berperan penting bagi perjalanan Indonesia ini, hingga sekarang. Namun, jujur saja, semangat itu saya lihat mulai pudar. Ironisnya lagi, itu terjadi di kalangan pemuda sendiri. Mungkin ini merupakan pengaruh globalisasi yang salah satunya lebih menonjolkan sifat individualisme namun tidak diimbangi oleh rasa nasionalisme.
W : Menurut Anda, apa makna kebangkitan nasional yang seharusnya diresapi oleh bangsa ini?
I : Kita harus dapat mencontoh semangat yang mendasari tercetusnya kebangkitan nasional itu yaitu bangkit dari keterpurukan dan penjajahan dan menang di negeri sendiri. Tidak seperti sekarang dimana kita sepertinya terkepung oleh pihak asing. Bagus untuk bekerja sama dan membuka diri dengan bangsa-bangsa luar namun bukan berarti tunduk dan terjajah di negeri tercinta ini.
W : Sudah signifikankah peran pemuda dalam kehidupan bernegara ini?
I : Belum bisa dikatakan signifikan, walaupun peran pemuda cukup terlihat. Pemuda atau mahasiswa harus menjalankan perannya sebagai kontrol sosial ataupun melancarkan kritik dan saran bagi kebijakan-kebijakan pemerintah yang dianggap kurang berkenan.
W : Bagaimana dengan peran pemuda Bali atau Hindu sendiri?
I : Wah kalau itu sangat sedikit, bahkan terlalu sedikit. Saya sebenarnya cukup miris melihat kenyataannya. Kebanyakan teman-teman Bali yang saya kenal, sangat individualis. Jarang memikirkan kepentingan masyarakat apalagi bangsa dan negara. Mungkin juga ini disebabkan oleh kondisi Bali sendiri yang sudah dirongrong oleh globalisasi tanpa mampu disaring. Namun, saya harapkan kondisi ini dapat berubah nanti. Negara ini sesungguhnya merupakan milik kita bersama, jadi sudah sepatutnya pula kalau kita pikirkan bersama.
W : Baik terima kasih atas waktunya. Apa pesan untuk pembaca Wiweka?
I : Teruslah semangat! Bagi pemuda Bali dan Hindu, jangan pupuk budaya ngekoh karena itu hanya akan membatasi perkembangan diri kita.


Biodata
Nama Lengkap : I Made Indra Wijaya
TTL : Denpasar, 20 Juli 1987
Riwayat Pendidikan :
SD 2 Ubung
SMP 5 Denpasar
SMUN 1 Mengwi
Teknik Elektro ITS
Pengalaman Organisasi :
Ketua Swastika Taruna 2007-2008
Ketua Divisi Artwork Himatektro ITS
Kepala Departemen Media dan Informasi TPKH – ITS
Anggota PC KMHDi Surabaya
Hobi : Baca komik, desain, fotografi

Klik disini untuk melanjutkan »»
 

Berita Terbaru

Opini Terbaru

Iklan

Namablogkamu is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com | Power by blogtemplate4u.com