Kenyamanan yang Menyesatkan

.

Mungkin judul diatas terdengar sedikit aneh atau bahkan sangat aneh. Disaat setiap orang berlomba-lomba untuk mencari yang namanya kenyamanan, disini kenyamanan malah dibilang sesuatu yang menyesatkan. Tapi jangan berburuk sangka dulu. Kenyamanan yang dimaksudkan disini bukanlah kenyaman yang identik dengan rileks. Namun lebih ditekankan pada kenyamanan pada proses-proses, alur atau suatu norma-norma yang sudah terkesan lumrah dan berlaku di masyarakat. Kenyamanan disini lebih mengacu pada buku yang ditulis oleh Edward De Bono, Berpikir Lateral, yang mengidentikkannya dengan keterbukaan. Keterbukaan itu seperti jalur-jalur utama yang sudah dibukakan atau dibuat oleh orang lain dan kita merasa nyaman dengan jalur-jalur itu sehingga menghindarkan kita untuk berpikir atau membuat jalur-jalur baru.

Sebagai ilustrasi, berikut ini adalah sebuah peta suatu tempat yang sering kita kunjungi setiap hari Minggu, Purnama atau Tilem bagi yang religius.


Bagi kawan-kawan yang sering sembahyang ke Pura Segara Surabaya, khususnya yang datang dari arah barat menuju pura yang terletak di ujung utara (lihat Gambar 1). Ada dua jalan alternatif dari Jalan Kenjeran. Pertama lewat jalur utama yang sering dilewati yaitu lewat pom bensin, belok kiri, lewat kantor pos, kemudian belok kanan dan terus saja lurus menuju pura. Alternatifnya adalah dengan melewati perumahan Gading Pantai yang langsung tembus di samping gereja. Dulu sebelum saya tahu jalur kedua, saya selalu melewati jalur pertama karena saya sendiri tidak pernah berusaha mencari jalan yang lebih pendek. Ditambah lagi, saya tidak tahu bahwa ada jalur lebih pendek plus saya sendiri sudah merasa nyaman dengan jalur ini. Mungkin seandainya tahu lebih awal, saya akan coba cari-cari. Padahal saya sering lewat di depan jalan Gading Pantai ini tetapi tidak pernah saya jelajahi karena memang tidak ada alasan untuk itu. Seandainya saya lebih awal menjelajahinya, itu akan menyingkat banyak waktu. Saya mengetahui jalan ini secara terpaksa ketika kebetulan suatu hari jalan di depan kantor pos ditutup dan semua kendaraan dari arah Kenjeran diarahkan menuju jalan Gading Pantai ini. Akhirnya.....

Cerita diatas bisa dijadikan pengantar tentang tulisan ini. Petunjuk-petunjuk semula yang kita peroleh (lewat jalur pertama) menjadi suatu pakem utama, merupakan jalur klise yang sangat kita kenal, dan merupakan petunjuk yang paling mudah dan nyaman. Sehingga kita tidak pernah merasa perlu menyimpang dari hal ini. Inilah yang saya maksudkan bagaimana kenyamanan menutupi otak kita untuk berpikir mencari alternatif lain dari berbagai persoalan karena merasa alternatif yang ada sudah cukup dan bisa untuk menyelesaikannnya (mencapai tujuan).
Ada tiga jalur yang cukup menarik untuk diamati pada gambar di bawah ini.

Mungkin ada yang beranggapan bahwa Jalur 1 dan 2 merupakan jalur sulit, karena terdapat halangan untuk maju. Tapi sebenarnya, dalam penerapan kita untuk pola berpikir, Jalur 3 lah yang paling berbahaya. Rintangan yang ada pada Jalur 1 dan 2 sudah dapat kita ketahui dengan jelas sehingga kita harus berpikir mencari alternatif lain. Sedangkan Jalur 3 merupakan jalur yang paling berbahaya yang memicu ilusi kenyamanan. Kita akan menjadi malas berpikir karena jalur yang terbentang di depan kita sudah terasa nyaman dan kita menutup diri untuk mencari jalur lain yang mungkin lebih baik. Intinya, terhalang oleh kenyamanan adalah kita tidak dapat petunjuk mengenai letak rintangan ini. Rintangan ini bisa teletak di sepanjang jalur yang tampak mulus seperti Jalur 3.

Lanjut ke Gambar 3, agar tidak bosan dengan tulisan terus.


Katakanlah kita disuruh menyusun kepingan seperti gambar diatas menjadi bentuk yang sederhana. Mungkin untuk susunan pertama, kita akan dengan mudah menyelesaikannya. Permasalahan bertambah rumit pada soal kedua, dimana kita harus memasukkan bangunan kedua kedalam bentuk segiempat yang sudah kita bentuk dengan tiga bangunan, namun tetap mendapatkan bentuk yang sederhana. Bentuk awal, dimana sebuah segiempat kecil yang melekat di sudut bangunan besar, telah memberikan suatu bentuk dasar yang kuat di pikiran kita. Kita biasanya enggan merombak bentuk dasar yang sudah ada karena menganggap itu merupakan pola atau susunan yang sudah benar dan baku. Sehingga ketika kita harus memasukkan bentuk yang baru, kita akan kesulitan dan pusing sendiri. Ternyata, untuk tetap mendapatkan bentuk sederhana dengan menyertakan bangunan yang baru, kita harus merombak tatanan awal. Dengan itu, bangunan baru teerrsebut baru dapat masuk.

Mungkin ini juga bisa menjadi ilustrasi bagi ketua dan jajaran pengurus suatu organisasi dalam menjalankan kepengurusannya dan membentuk suatu program kerja. Ketika kita menerima tongkat estafet dari suatu kepengurusan organisasi, jangan terpaku bahwa apa yang diwariskan kepada kita merupakan hal yang sudah baku. Kita bisa merombak tatanan organisasi agar hal-hal baru tetap bisa kita adopsi sesuai perkembangan dan kebutuhan tanpa merubah bentuk organisasi secara total. Seperti gambar diatas, bentuknya tetap kotak, kendati ada sedikit perubahan susunan di dalamnya. Mungkin di suatu organisasi semisal UKKH, kita sudah biasa menerima warisan kegiatan seperti bakti sosial dan tirta yatra, tetapi jangan terpaku menerima itu saja. Tanyakan apakah itu sudah cukup dan dapat mengakomodasi kebutuhan mahasiswa sekarang! Jika tidak, masukkan suatu kegiatan baru sehingga kegiatan organisasi tidak monoton dari waktu ke waktu. Ini mungkin bisa diterapkan untuk menghindari halangan dari kenyamanan di suatu organisasi, dimana warisan-warisan dari kepengurusan lalu sepertinya sudah bagaikan jalur baypas sehingga kita hanya tinggal meneruskan.
OK, sekian dulu. Mudah-mudahan bisa ada lagi untuk edisi-edisi berikutnya. Sebagai pesan penutup, proses terhalang oleh kenyamanan adalah sangat umum dalam pemikiran. Namun kedepannya, kita harus dapat sedikit demi sedikit mengikis bahwa pola berpikir seperti itu, yang mengganggap sesuatu atau cara–cara yang sudah berlaku secara umum, sudah memadai atau paling baik. Tetaplah mencari dan mencari, siapa tahu ada alternatif jalan lain menuju pura di Kenjeran selain dua jalan yang disebutkan pada awal tulisan ini. Ntar kasi tau ya...

I Putu Lisna Kurniawan
Ketua Harian TPKH ITS 2006/2007

0 komentar:

 

Berita Terbaru

Opini Terbaru

Iklan

Namablogkamu is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com | Power by blogtemplate4u.com