Pemuda Sebagai Penjaga Budaya

.


Kuliah boleh di teknik. Namun jiwa seni yang dimiliki I Made Indra Wijaya tetap mengalir. Lihat saja dari hobinya yang lekat dengan dunia desain dan fotografi, seni banget kan? Pantaslah kalau pria yang akrab disapa Indro oleh rekan-rekannya, juga mengetuai Divisi Artwork di Himpunan Mahasiswa Teknik Elektro ITS, tempatnya berkuliah sejak tiga tahun yang lalu.

Kecintaannya pada tanah kelahirannya juga patut dicontoh. Salah satunya ditunjukkan melalui pengabdiannya di organisasi Keluarga Pelajar dan Mahasiswa Bali Swastika Taruna yang sangat kental dengan budaya Bali. Tak tanggung-tanggung, pria brewok ini sekarang menjabat sebagai Ketua Swastika Taruna periode 2007-2008. Melalui organisasi ini, ia ingin membangkitkan geliat budaya Bali di luar Bali dengan merangkul komponen pelajar dan mahasiswa.

Momen 100 tahun kebangkitan nasional juga tak luput dari perhatiannya lho. Malah ia punya kritik khusus bagi pemuda Bali yang dirasanya belum memaknai betul arti kebangkitan nasional tersebut. Apa itu? Simak petikan wawancara eksklusif Wiweka berikut ini.

W(iweka) : Apa yang memotivasi Anda menjadi Ketua Swastika?
I(ndra) : Untuk mengembangkan diri di kancah organisasi dan membesarkan Swatika Taruna. Saya rasa organisasi ini belum banyak dikenal oleh masyarakat luas. Masih banyak rekan-rekan saya yang bertanya apa itu Swastika Taruna. Saya ingin membuatnya lebih populer sebab saya lihat organisasi ini sebenarnya sangat bagus.
W : Bagaimana rasanya setelah terjun langsung di organisasi ini sebagai ketua?
I : Berat, itu pasti. Tapi saya menganggap ini adalah salah satu proses pembelajaran. Saya percaya bahwa dengan menjalani ini, saya akan menjadi lebih matang lagi.
W : Seberapa berbedakah organisasi ini dengan organisasi lain yang pernah Anda ikuti?
I : Berbeda tentu saja. Swastika Taruna ini menitikberatkan pada ikatan kekeluargaan, bukan pada ikatan kerja. Dalam artian, pengikat kami disini adalah hubungan secara emosional dengan Bali, jadi dalam organisasi lebih banyak dilakukan pendekatan-pendekatan yang bersifat kekeluargaan.
W : Bagaimana Anda melihat kinerja kepengurusan Anda?
I : Sampai saat ini masih cukup baik. Saya dapat simpulkan itu dari intensitas kedatangan mereka, baik saat rapat maupun kegiatan. Kerja sama sudah mulai terjalin cukup baik antar pengurus.
W : Dukungan dari anggota dan organisasi lainnya bagaimana?
I : Mereka sangat mendukung. Hal ini terlihat dari kedatangan dan partisipasi mereka dalam acara-acara yang digelar oleh Swastika Taruna. Saya harapkan ke depannya hal itu akan bertahan.
W : Apa fokus Anda selama setahun kepengurusan Anda?
I : Saya berencana untuk membangun Swastika Taruna ini dari dasar. Fondasi organisasi ini harus kuat. Maksudnya, struktur-struktur yang ada harus jelas. Kita tidak lagi bisa menjalankan suatu organisasi tanpa kejelasan struktur. Sebelumnya, saya melihat hal ini tidak mendapat perhatian khusus. Ke depannya saya akan coba garap hal tersebut.
W : Latihan beleganjur merupakan langkah revolusioner. Bagaimana Anda melihat prospeknya?
I : Bagus, sangat bagus. Kegiatan ini sebenarnya bermula dari diskusi dengan teman-teman di UKKH Surabaya. Kami merasa sayang melihat sarana gong yang ada di Pura Kenjeran tidak digunakan secara maksimal. Dari situ muncul wacana untuk mengadakan latihan beleganjur bagi mahasiswa dan pelajar. Saya sempat mengadakan survey secara informal dan ternyata respon mereka cukup positif. Apalagi kami juga mendapat dukungan dari sisi pelatih. Kegiatan pertama kemarin berlangsung sukses dan saya pikir kegiatan ini akan saya lanjutkan terus karena peminatnya sendiri cukup banyak.
W : Anda punya terobosan-terobosan lain?
I : Untuk waktu dekat ini, kami akan mencoba konsep bazar gabungan dengan organisasi lain, seperti PC KMHDI Surabaya. Sementara itu, program kerja yang dilaksanakan oleh kepengurusan sebelumnya masih akan kami jalankan, seperti Swastika Cup dan Gebyar Swastika.
W : Swastika selalu mengklaim sebagai organisasi berbasis budaya, yang menembus batas agama. Menurut Anda, apakah organisasi ini sudah mampu menjalankan perannya tersebut?
I : Sebenarnya hal tersebut sangat susah. Swastika Taruna adalah organisasi yang berbasis budaya Bali. Sementara kita semua tahu kalau budaya Bali sendiri sangat terikat dengan agama Hindu. Jadi hal ini cukup menjadi semacam halangan bagi kami untuk menarik beberapa teman dari Bali yang non-Hindu.
W : Adakah upaya untuk lebih merangkul pelajar ataupun mahasiswa Bali yang beragama non-Hindu?
I : Upaya tersebut sudah dan akan terus kami usahakan. Secara informal, kami akan dekati mereka. Misalnya dalam beberapa acara Swastika Taruna, kami sering mengundang beberapa teman walaupun tidak secara resmi.

Kebangkitan Nasional
W : Indonesia merayakan 100 tahun kebangkitan nasional pada tahun ini. Seperti apa Anda lihat dampak dari peristiwa tersebut bagi Indonesia sejauh ini?
I : Terdapat sedikit perbedaan kalau saya bagi menjadi jaman dulu dan jaman sekarang. Dulu, dengan lahirnya Budi Utomo, benar-benar muncul dampak bagi perjuangan bangsa Indonesia. Timbul semangat baru, utamanya di kalangan pemuda, dalam merebut kemerdekaan dengan jalan selain adu fisik. Seiring berjalannya waktu, muncul juga banyak organisasi yang kemudian memunculkan banyak tokoh-tokoh yang berperan penting bagi perjalanan Indonesia ini, hingga sekarang. Namun, jujur saja, semangat itu saya lihat mulai pudar. Ironisnya lagi, itu terjadi di kalangan pemuda sendiri. Mungkin ini merupakan pengaruh globalisasi yang salah satunya lebih menonjolkan sifat individualisme namun tidak diimbangi oleh rasa nasionalisme.
W : Menurut Anda, apa makna kebangkitan nasional yang seharusnya diresapi oleh bangsa ini?
I : Kita harus dapat mencontoh semangat yang mendasari tercetusnya kebangkitan nasional itu yaitu bangkit dari keterpurukan dan penjajahan dan menang di negeri sendiri. Tidak seperti sekarang dimana kita sepertinya terkepung oleh pihak asing. Bagus untuk bekerja sama dan membuka diri dengan bangsa-bangsa luar namun bukan berarti tunduk dan terjajah di negeri tercinta ini.
W : Sudah signifikankah peran pemuda dalam kehidupan bernegara ini?
I : Belum bisa dikatakan signifikan, walaupun peran pemuda cukup terlihat. Pemuda atau mahasiswa harus menjalankan perannya sebagai kontrol sosial ataupun melancarkan kritik dan saran bagi kebijakan-kebijakan pemerintah yang dianggap kurang berkenan.
W : Bagaimana dengan peran pemuda Bali atau Hindu sendiri?
I : Wah kalau itu sangat sedikit, bahkan terlalu sedikit. Saya sebenarnya cukup miris melihat kenyataannya. Kebanyakan teman-teman Bali yang saya kenal, sangat individualis. Jarang memikirkan kepentingan masyarakat apalagi bangsa dan negara. Mungkin juga ini disebabkan oleh kondisi Bali sendiri yang sudah dirongrong oleh globalisasi tanpa mampu disaring. Namun, saya harapkan kondisi ini dapat berubah nanti. Negara ini sesungguhnya merupakan milik kita bersama, jadi sudah sepatutnya pula kalau kita pikirkan bersama.
W : Baik terima kasih atas waktunya. Apa pesan untuk pembaca Wiweka?
I : Teruslah semangat! Bagi pemuda Bali dan Hindu, jangan pupuk budaya ngekoh karena itu hanya akan membatasi perkembangan diri kita.


Biodata
Nama Lengkap : I Made Indra Wijaya
TTL : Denpasar, 20 Juli 1987
Riwayat Pendidikan :
SD 2 Ubung
SMP 5 Denpasar
SMUN 1 Mengwi
Teknik Elektro ITS
Pengalaman Organisasi :
Ketua Swastika Taruna 2007-2008
Ketua Divisi Artwork Himatektro ITS
Kepala Departemen Media dan Informasi TPKH – ITS
Anggota PC KMHDi Surabaya
Hobi : Baca komik, desain, fotografi

0 komentar:

 

Berita Terbaru

Opini Terbaru

Iklan

Namablogkamu is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com | Power by blogtemplate4u.com