Waktu yang Berkualitas

.

Emansipasi wanita semakin didengungkan oleh masyarakat seiring dengan kian majunya tingkat pendidikan kaum hawa tersebut. Salah satu bagian yang mendapat porsi cukup besar memang ada pada masalah pendidikan dan karir, dimana kedua hal tersebut terkait satu sama lain. Hal ini banyak tercetus dari mahasiswi-mahasiswi muda dengan pemikiran “maju” ke depan. Konon kata mereka, buat apa menuntut pendidikan tinggi-tinggi, pusing memikirkan asistensi, dan stres melihat TA yang tidak selesai-selesai kalau akhirnya hanya dipakai buat beres-beres rumah saja sambil menunggu kepulangan suami? Iya kalau suaminya setia. Kalau suatu hari dia pulang dengan ceramah bahwa poligami itu diperbolehkan, waduh siap-siap saja deh berbagi suami.

Kembali ke topik, seorang wanita yang bekerja, atau kerennya berperan ganda, sebenarnya pantas saja. Apalagi di jaman sekarang, dimana tuntutan hidup makin menggila. Kalau memang berkualifikasi tinggi, kenapa tidak?

Permasalahannya ada saat seorang wanita memang serius ingin meniti karir. Bukan hal yang mudah membagi perhatian antara rumah tangga dan pekerjaan. Makin tinggi posisi seseorang, tanggung jawab pekerjaan dan tekanan yang muncul akan makin besar. Kalau salah dalam manajemennya, bukan tak mungkin salah satu akan terbengkalai.
Parahnya, banyak kasus yang menunjukkan bahwa keluargalah yang cenderung ditinggalkan. Hal ini bisa jadi karena tuntutan pekerjaan yang keras di tengah kompetisi dengan perusahaan lain atau konflik-konflik yang timbul dengan rekan kerja. Tekanan memang lebih terasa disini.

Bagaimana dengan urusan keluarga? Saya tidak mengatakan selalu, namun banyak kasus terlantarnya anak saat ibu mereka juga berjuang mencari nafkah. Bukan dalam hal fasilitas, namun lebih ke perhatian.

Jadi wanita tidak seharusnya bekerja? Well, banyaknya waktu yang dialokasikan untuk buah hati dan suami belum menjamin bahwa keluarga tersebut akan harmonis. Apa yang menentukan? Kualitas yang ada pada setiap waktu tersebut. Bukan seberapa banyak, tapi seberapa berpengaruh waktu itu bagi hubungan dalam keluarga. Percuma juga kalau waktu yang ada sebenarnya banyak tapi tidak ada komunikasi yang terjalin disana. Sebaliknya, jika dengan waktu yang sedikit, komunikasi dapat terjalin, keluarga tersebut akan baik-baik saja.

Ya, komunikasi yang baik akan menciptakan hubungan yang erat. Ingat pula bahwa di jaman sekarang, perhatian dan pendidikan, bukan hanya pengajaran, sangat diperlukan oleh satu keluarga agar bisa bertahan. Generasi berikutnya, dalam hal ini anak-anak dalam keluarga, perlu mendapat pendidikan dan perhatian yang memadai dari orang tua. Jangan sampai mereka merasa asing di rumah sendiri yang ujung-ujungnya membuat mereka merasa lebih betah berada di luar rumah.

Pun dengan suami. Mungkin banyak yang senang ketika terdapat dua anggota keluarga yang menjadi sumber penghasilan. Keuangan keluarga menjadi lebih sehat. Namun tetap saja, perhatian, dalam hal ini dari seorang istri, mutlak dibutuhkan pria. Ketika seorang wanita karir terlalu banyak memikirkan pekerjaan, bahkan sampai dibawa ke rumah, saat itu pula benih ketidakharmonisan ikut terbawa. Suami amat membutuhkan waktu yang berkualitas dengan pasangannya, katakanlah seperti makan malam, jalan-jalan, hingga hubungan sex yang nyaman agar keharmonisan perkawinan terjaga.

Pertanyaan berikutnya, bagaimana cara mewujudkan hal tersebut? Perlu ada manajemen pada beberapa hal disini, mencakup waktu, keluarga dan pekerjaan, hingga sosial. Semua hal tersebut harus diperhitungkan dengan cermat karena satu dengan yang lainnya berkaitan. Contohnya dalam manajemen waktu, penyusunan agenda sangat penting karena akan menentukan seberapa banyak alokasi waktu untuk tiap bidang, yaitu pekerjaan, keluarga, maupun sosial.

Bagaimanapun kondisinya, stigma bahwa wanita memiliki tanggung jawab pada urusan rumah tangga belum dapat diubah sepenuhnya. Karena itu, urusan ini pantang terbengkalai atau cap lalai sebagai seorang istri dengan kambing hitamnya karir akan bermunculan. Disini dibutuhkan manajemen kerja. Salah satunya adalah dengan pendelegasian pekerjaan, baik di rumah tangga maupun di perusahaan. Lagi-lagi, masalah ini terkait dengan penjadwalan waktu.

Intinya, perlu komitmen dan manajemen yang baik dari seorang wanita yang ingin menjalankan peran ganda. Ini memang bukan hal yang mustahil untuk dilakukan, namun perlu usaha keras dan dukungan dari pihak keluarga sendiri. Penting untuk direnungkan pula, apa sebenarnya yang menjadi tujuan bagi seorang wanita untuk menjalani karir ini? Harus diakui bahwa kebutuhan keluarga pada yang namanya ibu rumah tangga sangat tinggi. Wanita berhak berkarir, tapi bukan wajib. Kewajiban bersama tetap ada pada keluarga. Jadi cukup satu pesan disini bagi wanita yang berencana membangun karir, prioritaskan dengan benar, karena baik buruknya suatu rumah tangga sangat tergantung dari kearifan sang ibu dalam memberi perhatian pada keluarganya.

I Putu Meidy Hartawan
Sekretaris PD KMHDI Jatim

0 komentar:

 

Berita Terbaru

Opini Terbaru

Iklan

Namablogkamu is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com | Power by blogtemplate4u.com