Rumah Terakhir Indonesia Raya

.

“Nasibkoe soedah begini
Inilah jang disoekai oleh pemerintah Hindia Belanda
Biarlah saja meninggal, saja ichlas
Saja toch sudah beramal
Berdjoeang dengan tjarakoe dengan biolakoe
Saja jakin Indonesia pasti merdeka”

W. R. Soepratman
17 Agustus 1938

Itulah kata-kata terakhir yang sempat diucapkan oleh W. R. Soepratman sebelum meninggal dunia. Tepat tujuh tahun sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, pencipta lagu kebangsaan Indonesia Raya itu meninggal. Pemain biola ini pernah mengatakan, “Saja jakin, Indonesia pasti merdeka,” jauh hari sebelum kemerdekaan Indonesia. Entah apa yang mendasari ucapan tersebut.

Sebelum meninggal dunia, W. R. Soepratman ditangkap oleh pemerintah Hindia Belanda. Pemerintah Hindia Belanda menganggap W. R. Soepratman membahayakan pemerintahannya. W. R. Soepratman dianggap berpihak kepada Jepang, hal ini karena W. R. Soepratman menciptakan lagu yang berjudul Matahari Terbit.

Setelah ditangkap oleh penjajah, W. R. Soepratman sakit. Kemungkinan pada saat ditangkap beliau mengalami penyiksaan fisik atau diperlakukan tidak layak sehingga sakit paru-paru yang dideritanya kambuh. Tiga hari setelah dibebaskan oleh pihak Hindia Belanda W. R. Soepratman wafat, setelah tiga hari terbaring lemah karena sakit.

W. R. Soepratman meninggal di rumah Sastromihardjo, nama Belandanya W. M. Van Eldik, kakak ipar yang juga pengasuhnya dibidang pendidikan dan musik. Rumah yang sederhana di perkampungan yang juga sederhana, di daerah Tambaksari. Tepatnya di Jalan Mangga No. 21. Kira-kira 500 meter ke arah barat dari Stadion Gelora 10 November.
Untuk ke tempat ini kita harus masuk ke perkampungan di barat stadion. Jalan di kampung ini tidak dapat dilalui mobil. Lebar jalan hanya sekitar dua meter.
Sejak akhir Februari 2002, rumah ini menjadi Museum Rumah Wafat W. R. Soepratman. Museum ini dikelola oleh LPKP (Lembaga Pengkajian Kota Pahlawan), sebuah LSM yang peduli pada peninggalan-peninggalan para pahlawan.

Sebelum 2002, rumah ini tidak terawat. Halaman depan dipenuhi dengan tanaman liar. Bangunannya pun kotor hampir rusak. Bahkan penduduk sekitar banyak yang tidak mengetahui kalau rumah tersebut adalah tempat meninggalnya seorang pahlawan besar. Sejak 14 Maret 1975, rumah itu tidak ditempati.

Menurut Zainal Karim, Ketua Pengurus Museum, sejak tahun 2002 bantuan pemerintah untuk pengelolaan museum ini sangat minim. ”Hanya tiga juta rupiah dari pemerintah provinsi sejak museum ini ditemukan”, demikian menurut Karim. ”Baru pada tahun 2007 pemerintah kota memberikan bantuan sebesar Rp. 250.000,- tiap bulan. Sama sekali tidak ada bantuan dari pemerintah pusat”, tambahnya. Padahal pemerintah pusat, pada tahun 2003, pernah meresmikan dan berjanji untuk memugar dan mengembangkan museum ini, melalui Menteri Pariwisata.(win)

0 komentar:

 

Berita Terbaru

Opini Terbaru

Iklan

Namablogkamu is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com | Power by blogtemplate4u.com